Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Hakikat Kemerdekaan untuk Meningkatkan Martabat Pribumi

25 Agustus 2016   07:35 Diperbarui: 27 Agustus 2016   18:25 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada 24 Agustus 2016 petang dilakukan diskusi Fordis ICS dengan narasumber Jenderal TNI Purn Djoko Santoso. Diskusi ini dipandu Ramli Kamidin dengan mengambil tempat di Kahmi Center, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dengan pengantar kata Koordinator Fordis ICS Afni Achmad dan dibuka oleh Ketua Dewan Pembina Harun Kamil, serta dihadiri para tokoh dan senior HMI seperti Ahmad Ganis, Zainal Abidin, Achmad Marzuki, Chumaidi Syarif Romas, Nazarudin Nasution, Darmansyah dan lain-lain.  

Oleh karena topik yang dibahas sangat luas yaitu “Situasi Politik dan Ketatanegaraan Saat ini”, maka berbagai permasalahan dan solusinya mengemuka dalam diskusi tersebut baik dari narasumber maupun dari peserta diskusi.

Salah satu permasalahan yang mengemuka dalam diskusi ialah pernyataan Mohammad Hatta yang popular dengan panggilan Bung Hatta tentang nasib kaum pribumi.  Jenderal TNI Purn Djoko Santoso, yang juga mantan Panglima TNI,  ketika merespon pandangan peserta tentang ketimpangan ekonomi di Indonesia yang banyak dibicarakan saat ini, dia mengemukakan kembali pandangan Bung Hatta bahwa hakikat kemerdekaan ialah untuk meningkatkan martabat pribumi.

Pernyataan Bung Hatta itu sangat relevan dan menarik diulas kembali, setidaknya ada lima alasan yang mendasari. Pertama, Belanda selama menjajah Indonesia 3,5 abad lamanya, telah membagi masyarakat ke dalam tiga golongan.  Hal itu diatur dalam Pasal 163 Indische Staatsregeling (IS) yang mengatur pembagian golongan dihadapan hukum kolonial Belanda. Pasal ini mulai berlaku sejak Indische Staatsregeling pada tahun 1926. Golongan masyarakat pada waktu itu secara diskriminatif dibagi menjadi 3 golongan yaitu golongan Eropa, golongan Timur Asing, dan golongan Indonesia asli  (pribumi atau Bumiputera). 

Kedudukan hukum golongan pribumi yang dijajah berabad-abad lamaya telah memberi dampak yang sangat negative terhadap kehidupan ekonomi mereka.  Maka,  Hatta mengemukakan bahwa hakikat kemerdekaan yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 adalah untuk mengangkat harkat dan martabat pribumi. Untuk itu, Bung Hatta mengintrodusir konsep "koperasi" sebagai soko guru ekonomi rakyat.  

Kedua, kemerdekaan RI dan pembangunan yang dilaksanakan Orde Baru dan Orde Reformasi, belum berhasil mewujudkan tujuan Indonesia merdeka yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 “untuk memajukan kesejahteraan umum”, yang Bung Hatta bahasakan untuk mengangkat martabat pribumi. 

Ketiga, realitas sosiologis yang dialami setelah Indonesia merdeka dan melaksanakan pembangunan, justeru semakin memperkukuh diskriminasi ekonomi yang dibangun Belanda melalui pasal 163  Indische Staatsregelingdi mana ekonomi Indonesia dikuasai asing dan golongan Timur Asing yaitu Cina.    

Keempat,  kesenjangan dan kemiskinan masih menjadi persoalan besar.  Sri Mulyani, Menteri Keuangan RI telah mengemukakan bahwa kesenjangan trennya memburuk di Indonesia, walaupun bukan yang terburuk.  Sedang kemiskinan masih sangat besar jumlahnya.  Kalau Badan Pusat Statistik (BPS) mengemukakan bahwa kemiskinan mengalami penurunan menjadi sekitar 28 juta jiwa, tidak lain dan tidak bukan karena kriteria yang dipergunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan atau batas garis kemiskinan tidak sesuai dengan realitas untuk hidup secara layak.

Dengan menggunakan ukuran Bank Dunia sebesar 2 dolar Amerika Serikat penghasilan perkapita perhari dikatakan tidak miskin, masih sangat sulit hidup di DKI Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia.  Apalagi batas garis kemiskinan ala BPS dengan penghasilan di bawah 10 ribu rupiah perkapita perhari, sungguh tidak masuk akal.

Kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, semakin lama semakin jauh dari harapan untuk mewujudkannya.

 Solusi

Jenderal TNI Djoko Santoso dan para peserta diskusi Fordis ICS memberi solusi bahwa untuk mewujudkan pandangan dan pemikiran Bung Hatta “kemerdekaan untuk mengangkat martabat pribumi” solusinya harus ada keberpihakan dari penguasa

Negeri jiran Malaysia sebagai contoh,  mengalami penjajahan seperti Indonesia.  Bedanya mereka dijajah oleh Inggris dan Indonesia dijajah oleh Belanda.  Malaysia merdeka tahun 1957 tanpa melalui revolusi berdarah, tetapi diberi hak untuk merdeka, sebaliknya Indonesia merdeka 1945 melalui revolusi berdarah.

Akan tetapi, sama-sama di jajah oleh asing dan nasib bangsa yang dijajah sama yaitu menderita, tertindas, tidak ada kemerdekaan, miskin, terkebelakang dalam segala bidang terutama dalam bidang pendidikan dan ekonomi.

Pemerintah Malaysia menyadari bahwa untuk memajukan nasib kaum bumiputera tidak mungkin tanpa ada keberpihakan politik.  Diperlukan keputusan politik yang berani untuk memajukan nasib kaum bumiputera.  Pemerintah Malaysia kemudian mengeluarkan kebijakan yang disebut New Economic Policy(NEP) yang memberi special treatment dan affirmative action kepada kaum bumiputera di Malaysia dalam bidang ekonomi dan pendidikan.

Hasilnya kaum bumiputera di Malaysia meningkat harkat dan martabatnya sebagai bangsa yang merdeka, bisa duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan bangsa-bangsa lain seperti Cina, India dan sebagainya.

Sebaliknya pemerintah Indonesia melaksanakan pembangunan dengan menerapkan Trilogi Pembangunan yaitu pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas.  Pembangunan telah melahirkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi yang tumbuh dan menikmati hasil pertumbuhan ekonomi adalah golongan Eropa (asing) dan golongan Timur Asing (Cina).

Untuk meluruskan arah pembangunan dan mewujudkan pandangan dan gagasan Bung Hatta bahwa hakikat kemerdekaan untuk meningkatkan martabat pribumi, maka harus ada keberpihakan.  Hanya itu solusinya untuk merealisasikan tujuan Indonesia merdeka dan keadilan sosial bagi seluruh Indonesia sesuai sila kelima dari Pancasila.

Alllahu a’lam bisshawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun