Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kesenjangan dan Kemiskinan: Bom Waktu di Indonesia

20 Agustus 2016   09:01 Diperbarui: 20 Agustus 2016   12:23 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, meski kesenjangan di Indonesia bukan yang terburuk, namun trennya memburuk. Karena itu, kondisi tersebut harus diantisipasi. Menurut Sri Mulyani, jika kesenjangan semakin tinggi, hal itu akan kontra produktif terhadap masa depan negara, lantaran memunculkan kompleksitas sosial dan politik. (Kompas, Jum’at, 19/8/2016). 

Kesenjangan akar kata dari senjang yang sinonim katanya kepincangan, ketimpangan, jurang, kontradiktif, divergen.

Kesenjangan selalu berkonotasi dalam bidang ekonomi. Ia telah menjadi pengetahuan umum masyarakat bahwa kesenjangan di Indonesia sangat tinggi, antara yang kaya dan miskin. Ada yang sangat kaya dan bahkan super kaya, sebaliknya sangat banyak yang miskin.

Kesenjangan tidak hanya antara yang kaya dan miskin, tetapi juga kesenjangan antara kota dan desa, antara kawasan barat dan timur, antara jawa dan luar Jawa.   

kesenjangan-dalam-kenyataan-281220130201-57b7be4d1097739809908d6f.jpg
kesenjangan-dalam-kenyataan-281220130201-57b7be4d1097739809908d6f.jpg
Demikian pula kemiskinan, masih sangat besar jumlahnya di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin Indonesia per September 2015 mencapai 28,51 juta orang, bertambah 780 ribu orang dibanding September 2014 sebanyak 27,73 juta orang (AntaraNews, Senin, 4 Januari 2016 17:59 WIB).

Kemiskinan menurut Wikipedia Ensiklopedia Bebas adalah keadaan di mana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuhan kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.

Kriteria Kemiskinan ala BPS

Jumlah penduduk miskin sangat ditentukan kriteria yang dipergunakan. BPS mendefinisikan kemiskinan dengan membuat kriteria besarannya pengeluaran per orang per hari sebagai bahan acuan. Dalam konteks itu, pengangguran dan rendahnya penghasilan menjadi pertimbangan untuk penentuan kriteris tersebut. Kriteria statistik BPS tersebut adalah: 

1. Tidak miskin, adalah mereka yang pengeluaran per orang per bulan lebih dari Rp 350.610

2. Hampir tidak miskin dengan pengeluaran per bulan per kepala antara Rp 280.488.s/d.–Rp 350.610.- atau sekitar antara Rp 9.350 s/d. Rp11.687.- per orang per hari. Jumlanya mencapai 27,12 juta jiwa. 

3. Hampir miskin dengan pengeluaran per bulan per kepala antara Rp 233.740.- s/d Rp 280.488.- atau sekitar antara Rp 7.780.- s/d Rp 9.350.- per orang per hari. Jumlahnya mencapai 30,02 juta. 

4. Miskin dengan pengeluaran per orang perbulan per kepala Rp 233.740.-kebawah atau sekitar Rp 7.780.- kebawah per orang per hari. Jumlahnya mencapai 31 juta 

5. Sangat miskin (kronis) tidak ada kriteria berapa pengeluaran per orang per hari. Tidak diketahui dengan pasti berapa jumlas pastinya. Namun, diperkirakan mencapai sekitar 15 juta  (Sumber:Jakarta Ibukota Negara Indonesia, Minggu, 05 Agustus 2012)

Berdasarkan kriteria kemiskinan tersebut, saya berpendapat tidak masuk akal. Dengan menggunakan kriteria Bank Dunia yang menetapkan batas garis kemiskinan adalah 2 (dua) dolar Amerika Serikat perhari, masih sulit hidup di Indonesia. 

Menurut Bank Dunia, kalau berpenghasilan 2 dolar ke atas perhari perkapita (perkepala), maka dianggap sudah tidak miskin. Sebaliknya kalau berpenghasilan 2 dolar ke bawah, dianggap miskin.

1 dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah, menurut data dari Bank Indonesia pada Jum’at, 19/8/2016 berada di kisaran 13.143 per dolar AS hingga 13.184 per dolar AS. Jika ditambah dan dibagi 2, maka kurs tengah adalah Rp 13.163 perdolar Amerika Serikat.

Dengan demikian, 2 dolar Amerika Serikat sama dengan Rp 26.326. Kalau perkepala berpenghasilan Rp 26.326 perhari ke atas, maka dianggap sudah tidak miskin.

Pada hal dalam realitas kehidupan sehari-hari, penghasilan sebesar itu jauh dari mencukupi untuk hidup layak di DKI Jakarta dan berbagai kota besar lainnya di Indonesia.  Apalagi kalau mengikuti kriteria yang ditetapkan oleh BPS, jauh sekali dari cukup untuk hidup layak. 

Maka tidak salah kalau ada yang mengatakan bahwa total jumlah penduduk miskin di Indonesia, bisa mencapai lebih dari 100 juta jiwa.  

Apa yang Harus Dilakukan

Pemerintah pusat dan daerah, sejatinya mempunyai instrument untuk mengurangi tingkat kesenjangan dan kemiskinan, yaitu instrument Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Akan tetapi, instrumen tersebut tidak dipergunakan. Wong cilik atau rakyat jelata dibiarkan bersaing bebas dengan mereka yang sejak zaman penjajahan Belanda, zaman Orde Baru dan Orde Reformasi menjadi kaki tangan dalam bidang ekonomi.

Akibatnya pembangunan ekonomi gagal mewujudkan tujuan Indonesia merdeka yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum, dan sila kelima dari Pancasila, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam berbagai kesempatan saya telah kemukakan bahwa tujuan Indonesia merdeka dan sila kedua dari Pancasila “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, serta sila kelima dari Pancasila, mustahil bisa diwujudkan di bumi Indonesia kalau tidak ada special treatment dan affirmative action terhadap mereka yang lemah dan tidak berdaya, yang mayoritas adalah kaum pribumi.

Malaysia sebagai contoh, bisa mengurangi kesenjangan sosial dan kemiskinan antara kaum bumiputera dan non bumiputera, karena berani menerapkan special treatment dan affirmative action, yang di Indonesia dianggap tabu karena berbau diskriminasi, tetapi menurut saya sebagai sosiolog, demi mewujudkan tujuan Indonesia merdeka dan Pancasila, tidak haram mewujudkannya. Daripada membiarkan kesenjangan dan kemiskinan merajalela dan menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu meledak dan menghancurkan Indonesia.

Allahu a’lam bisshawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun