Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Pers antara Idealisme dan Pragmatisme

10 Februari 2016   08:23 Diperbarui: 10 Februari 2016   08:51 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sumber foto Harian Kompas"]

 [/caption]

Kemarin tanggal 9 Februari 2016, dunia pers Indonesia bersama Presiden Joko Widodo memeringati Hari Pers Nasional. Setiap memeringati ulang tahun, sebaiknya melakukan introspeksi ke dalam dengan melihat kelemahan dan kekurangan untuk dibenahi dan ditingkatkan.

Selain itu, pers harus pula melakukan introspeksi tentang perannya dalam pembangunan khususnya dalam menciptakan optimisme seluruh bangsa Indonesia.

Dalam masalah peran pers, Presiden Joko Widodo pada Puncak Peringatan Hari Pers Nasional Tahun 2016 di Pantai Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Selasa 9 Februari 2016, telah meminta kepada media supaya menumbuhkan optimisme. Harian Kompas hari ini (10/2/2016) menjadikan berita utama dengan judul “Pers Harus Bangun Optimisme”.

Dalam UU Pers no 40 tahun 1999 disebutkan bahwa pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan meyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia

Pers adalah dunia industri yang menghidupi dirinya dari menjual berita. Pers menghadapi realita antara idealisme dan pragmatisme. Kalau hanya mengandalkan idealisme, maka usianya akan pendek karena publik tidak banyak yang suka membaca berita yang penuh idealisme.

Sebaliknya kalau pers hanya memberitakan yang disukai masyarakat, maka pers dipastikan akan bertahan dan maju jika dikelola secara professional, tetapi isinya bisa tidak mendidik, tidak mencerahkan dan memberi optimime.

Pers sebaiknya Bagaimana?

Sebagai sosiolog dan pendidik, saya menginginkan pers Indonesia menjadi corong yang mencerahkan, menyadarkan, mendidik dan memberi optimisme masyarakat.

Akan tetapi, saya sadar kalau pers melakukan yang saya inginkan, maka sebagaimana dikemukakan di atas, usia sebuah perusahaan media tidak akan bertahan lama karena pembacanya tidak banyak dan tidak ada perusahaan yang mau pasang iklan di media tersebut.

Pertanyaannya, bagaimana sebaiknya pers Indonesia memosisikan diri? Menurut saya, pers Indonesia bisa berperan ganda, menyebar-luaskan berbagai berita yang terjadi di masyarakat setiap saat, tetapi jangan hanya sisi negatifnya yang diberitakan, tetapi hikmat dibalik pristiwa yang terjadi, agar masyarakat mendapat pelajaran dari setiap periswa. Dalam memberitakan berbagai berita kriminal misalnya, harus dikemukakan mengapa mereka melakukan tindakan kriminal, dan tindakan yang harus dilakukan pemerintah untuk mengurangi tindakan kriminal dan pada akhirnya menghilangkan perbuatan kriminal di dalam masyarakat.

Dalam setiap pemberitaan di media cetak, media elektronik dan media online, harus selalu menyisipkan berita yang bisa membuat masyarakat tetap optimis dalam menjalani kehidupan sebagai bangsa dan negara.

Kemampuan meramu berita sudah dimiliki para redaktur di berbagai perusahaan media, tetapi tidak mudah melawan kemauan pemilik (owner) media yang tidak hanya motif ekonomi, tetapi juga motif politik. Tidak jarang media yang dimiliki dijadikan sebagai sarana kampanye untuk kepentingan partai yang dipimpinnya.

Menghadapi masalah semacam itu, kekuatan masyarakat sangat diperlukan untuk meluruskan penyalah-gunaan media yang dimiliki dengan menggunakan kekuatan media sosial sebagai kekuatan alternatif seperti twitter, facebook, WhatsApp dan sebagainya untuk melawan penyalah-gunaan media untuk kepentingan pribadi, golongan dan sebagainya.

Saya yakin dan optimis kekuatan masyarakat bisa menjadi pengawal dan pengontrol pers supaya tidak hanya mengutamakan pragmatisme, tetapi juga menabur optimisme untuk merawat, memelihara dan meningkatkan persatuan dan kesatuan serta mendorong kemajuan seluruh bangsa Indonesia.

Allahu a’lam bisshawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun