Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Terorisme di DKI, Dendam dan Ketidakadilan

17 Januari 2016   10:02 Diperbarui: 17 Januari 2016   10:36 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita telah mengecam dan mengutuk keras teror bom bunuh diri di dekat Sarinah, DKI Jakarta yang dilakukan pada kamis pagi, 14 Februari 2016. Kita juga ikut simpati dan empati terhadap para korban teror bom bunuh diri tersebut, yang mengalami luka-luka dan masih dirawat di rumah sakit terlebih mereka yang meninggal dunia.

Terorisme menurut Wikipedia Eksiklopedia Bebas adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil.

Terorisme yang dilakukan di dekat pusat perbelanjaan “Sarinah”, jalan MH Thamrin Jakarta, mengejutkan kita semua karena dilakukan pada pagi hari. Walaupun sebelum Natal dan Tahun Baru, Badan Intelejen Nasional (BIN) sudah mengendus rencana para teroris mau melakukan penyerangan dan pemboman di DKI Jakarta dengan sasaran utama Markas Kepolisian Republik Indonesia.

Akan tetapi, ketatnya pengamanan dan adanya penggrebekan di berbagai kediaman para teroris di seluruh Indonesia, telah mengurungkan niat mereka melakukan penyerangan dan pemboman pada saat Natal dan Tahun Baru.

Dendam dan Ketidakadilan

Saud Usman Nasution, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam wawancara dengan TV ONE (17/1/2016) mengemukakan bahwa dalam peristiwa bom bunuh diri di Sarinah, Jalan MH Thamrin Jakarta, terindikasi dua pelaku adalah mantan residivis terorisme yang sudah pernah dijatuhi hukuman oleh pengadilan dan dihukum penjara.

Akan tetapi, setelah menjalani hukuman penjara dan bebas, mereka kembali melakukan terorisme, bahkan menjadi pelaku utama. BNPT telah melakukan deradikalisasi dengan bekerjasama ulama dan psikolog, tetapi tidak semuanya berhasil.

Para teroris banyak yang dendam dan marah terhadap aparat keamanan terutama kepolisian dari Densus 88. Mereka yang dendam dan marah, bukan hanya para teroris, tetapi juga anak-anak mereka dan seluruh keluarga mereka.

Maka tidak heran, sasaran utama dalam bom bunuh di Sarinah adalah Pos Polisi, sebagai wujud balas dendam dan menebus kemarahan mereka kepada polisi, yang mereka nilai dan anggap sewenang-wenang dalam memerangi mereka. Dihadapan anak-anak mereka dan keluarga, mereka ditangkap dan bahkan ditembak mati.

Cara-cara memerangi terorisme, telah menimbulkan dendam dan marah, yang akhirnya melahirkan terorisme baru, yang bertujuan untuk melakukan balas dendam.

Selain itu, Saud Usman Nasution, mengemukakan bahwa terorisme tumbuh untuk melawan ketidakadilan. Sebagai sosiolog, saya mengamini 100 persen pernyataan itu. Terorisme tumbuh subur akibat ketidakadilan dalam seluruh lapangan kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun