Salah satu kenangan indah Gubernur Ahok yang saya sebut sebagai success story dan Ibu Dien Ernawati menyebut sebagai Dedication selama memimpin DKI Jakarta ialah membangun Ruang Publik Terpadu Ramah Anak yang disingkat RPTRA.
RPTRA ini sangat penting dibangun dengan baik, luas, indah dan sesuai aspirasi publik, pertama, success story Gubernur Ahok dalam membangun DKI Jakarta.
Kedua, dedication for the People of Jakarta. Dedikasi menurut Ensiklopedia Bebas adalah sebuah pengorbanan tenaga, pikiran, dan waktu demi keberhasilan suatu usaha yang mempunyai tujuan yang mulia, Dedikasi ini bisa juga berarti pengabdian untuk melaksanakan cita-cita yg luhur dan diperlukan adanya sebuah keyakinan yang teguh
Ketiga, untuk mempersiapkan generasi mendatang yang lebih baik, dengan membangun RPTRA sebagai taman tempat bermain dan bersosialisasi bagi anak-anak dan warga.
Oleh karena itu, dalam rangka pembangunan RPTRA dilakukan social mapping dengan menggandeng berbagai universitas untuk melakukan survei, rembuk warga atau yang disebut FGD dengan akronim Focus Group Discussion, bukan sosialisasi seperti yang sering dilakukan dengan pendekatan top down process. RPTRA dibangun berdasarkan pendekatan bottom up process.
Maka sebelum dimulai pembangunan RPTRA, dilakukan rembuk warga. Dalam rembuk warga ditayangkan rencana gambar bangunan RPTRA. Setelah warga menyampaikan usul dan disetujui dengan gambar RPTRA, dibuatkan berita acara, baru RPTRA mulai dibangun.
Dalam kasus RPTRA yang dibangun di Rusun Tipar Cakung Barat, warga memprotes dalam rembuk warga, karena disain gambar tidak pernah dikomunikasikan kepada warga. RPTRA Langsung dibangun, dengan ruang perpustakaan, pengelola RPTRA, Ruang Laktasi, KB, dan lain-lain disatukan dalam ruangan yang amat sempit.
Selain itu, ruang serba guna tidak memadai, hanya bisa ditempat paling banyak 50 orang, pada hal jumlah penghuni 10 blok Rusun Tipar sekitar 3500 orang, belum lagi jumlah warga disekitar Rusun Tipar yang juga berhak mengunakan RPTRA. Pada hal lapangan tempat dibangunnya RPTRA cukup luas.
Untuk kebaikan warga Rusun Tipar, perusahaan yang membangun RPTRA, pemerintah provinsi DKI Jakarta dan PKK, tim dari Universitas Ibnu Chaldun Jakarta yang melakukan social mapping dan rembuk warga, menyampaikan aspirasi masyarakat untuk direspon dengan baik.
Tim dari Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, telah melakukan hal yang sama di Rusun Pulo Jahe yang menolak pembangunan RPTRA karena usul mereka tidak dikabulkan yaitu adanya PAUD dalam RPTRA.
Berkat komunikasi, dialog, musyawarah dan keterbukaan, bukan ABS (Asal Bapak Senang) atau AIS (Asal Ibu Senang), tidak ada yang kongkalingkong untuk keuntungan pribadi, semua masalah bisa diatasi dengan baik dan damai.