[caption caption="Kecerian anak-anak bermain ayunan di RPTRA Bahara, Jakarta Selatan|Ilustrasi: Tribunnews/ Andi Suhendi"]
[/caption]RPTRA dengan akronim dari Ruang Publik Terpadu Ramah Anak, dalam social mapping yang tim Universitas Ibnu Chaldun Jakarta laksanakan pada empat kelurahan yaitu Utan Kayu Utara, Jatinegara, Cipinang Besar Utara serta Rusun Tipar Cakung Barat, ditemukan antusiasme masyarakat terhadap RPTRA.
Setidaknya ada lima alasan yang mendasari warga sangat antusias pembangunan RPTRA. Pertama, minim ruang publik terbuka dilingkungan tempat mereka tinggal. Lingkungan padat dan kumuh yang warga tempati, nyaris tidak ada ruang publik terbuka tempat anak-anak bermain, berolah raga, bersepeda, dan duduk santai.
Begitu pula, tidak ada tempat warga untuk berkumpul, berolah raga, bersilaturrahim, bercurhat antar sesama, tempat mengadakan hajatan perkawinan, sunatan dan pesta.
Kedua, tidak ada ruang publik terbuka untuk sosialisasi warga. Semua tempat telah dipenuhi bangunan, sehingga warga cenderung hidup nafsi-nafsi (sendiri-sendiri), dan semakin individualistik.
Ketiga, lingkungan tempat mereka tinggal pengap dan sesak. Padatnya permukiman warga di berbagai tempat di DKI Jakarta yang di survei dalam rangka social mapping, telah membuat warga sangat senang ketika mendengar penjelasan yang kami sampaikan tentang RPTRA. Tidak ada warga yang tidak menyambut baik tentang pembangunan RPTRA.
Keempat, solusi mengurangi tawuran anak-anak. Di berbagai tempat yang padat dan kumuh di DKI Jakarta merupakan hot spot tawuran dan konflik. Adanya RPTRA dengan ruang publik terbuka, diyakini bisa berperan mengurangi tawuran anak-anak dan bahkan warga.
Kelima, ada ruang yang cukup luas untuk berbagai kegiatan warga misalnya tempat pernikahan, khitanan massal, ceramah umum, pesta dan sebagainya.
Success Story and Dedication
Ada sebuah pepatah mengatakan “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama”.
Saya memaknai pepatah tersebut dengan mengatakan bahwa Gubernur Basuki T. Purnama yang populer dengan panggilan Ahok, semasa memegang jabatan sebagai Gubernur DKI Jakarta ingin meninggalkan nama baik yang akan dikenang sepanjang masa.