Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Warga Masyarakat dan Konflik Sosial

3 Desember 2015   08:12 Diperbarui: 3 Desember 2015   08:23 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, warga berarti anggota ((keluarga, perkumpulan, dan sebagainya). Misalnya anggota dalam keluarga keraton; keluarga sunan; keluarga sultan.

Warga kota Jakarta berarti anggota atau penduduk kota Jakarta, warga pinggiran penduduk yang tinggal di pinggir kota.
Adapun masyarakat adalah terjemahan dari istilah society, yaitu sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut.

Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak yaitu suatu kumpulan orang-orang sebagai sebuah komunitas yang saling tergantung satu sama lain. Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.

Dari arti warga dan masyarakat yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan kata warga masyarakat dalam tulisan ini merupakan penegasan bahwa warga masyarakat adalah anggota masyarakat yang berada dalam suatu komunitas yang hidup bersama dan teratur.

Damai dan Aman

Pada hakikatnya  setiap warga masyarakat menginginkan hidup yang damai, aman, tenang dan tentram. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika akhir-akhir ini ada warga masyarakat yang merindukan zaman Orde Baru yang aman, damai dan tentram.

Akan tetapi membandingkan hidup di era Orde Baru yang represif, otoriter dan militeristik dengan hidup di era Orde Reformasi yang serba bebas tidaklah tepat.   di Era Orde Refiormasi, setiap warga masyarakat bebas mengemukakan pendapat lisan dan tulisan, bebas berdemonstrasi dan media sangat bebas dan terbuka mengekspresikan kebebasan dengan menyampaikan berita yang cepat dan terbuka.

Dua masa yang berbeda yaitu era Orde Baru dan era Orde Reformasi, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Tugas kita semua adalah mengambil dan mengamalkan hal-hal yang baik dan berguna dari dua masa tersebut untuk membangun dan memajukan bangsa dan negara yang kita cintai ini.

Misalnya warga masyarakat di DKI Jakarta dan di seluruh negeri ini menghendaki hidup damai, aman dan sejahtera. Tugas kita adalah mewujudkan kehidupan yang dikehendaki masyarakat.

Kalau di masa Orde Baru, peran sentral untuk mewujudkan suasana damai, aman dan tentram sepenuhnya dilakukan oleh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, yang didalamnya tergabung polisi.

Di era Orde Reformasi, untuk mewujudkan suasana damai, aman dan tentram sesuai dengan perubahan system dan perundang-undangan, maka suasana damai diwujudkan oleh polisi dan masyarakat.

Mencegah Konflik

Ungkapan yang sangat populer di masyarakat, mencegah lebih baik dari pengobati. Dalam masalah konflik, mencegah terjadinya konflik jauh lebih baik. Setidaknya ada manfaat yang diperoleh kalau kita mencegah terjadinya konflik.

Pertama, tidak akan terjadi kerusakan harta benda, luka dan kehilangan nyawa.
Kedua, suasana damai, aman dan tenteram tidak terganggu.
Ketiga, perpecahan di kalangan warga masyarakat dapat dihindari.

Pertanyaannya, bagaimana mencegah agar konflik social tidak terjadi dilingkungan maasing-masing.
Menurut saya, harus dilakukan lima 5 (lima) untuk mencegah terjadinya konflik sosial. Pertama, meningkatkan deteksi dini. Ketua RT dan ketua RW, tokoh agama, tokoh masyarakat harus meningkatkan perannya untuk melakukan deteksi dini terhadap fenomena sosial yang bisa menimbulkan keributan.

Kedua, meningkatkan keterlibatan dan tanggungjawab setiap warga masyarakat terutama generasi muda dalam menjaga ketertiban, kedamaian, keamanan dan ketenteraman di lingkungan masing-masing.

Ketiga, meningkatkan kerjasama antara masyarakat dan aparat keamanan (polisi) dalam menjaga keamanan, ketertiban dan kedamaian.

Keempat, setiap lingkungan perumahan mengadakan keamanan swakarsa untuk menjaga keamanan, kedamaian dan ketenteraman di lingkungan masing-masing.

Kelima, memperbanyak patrol polisi di lingkungan masyarakat di pagi hari, siang, sore dan malam.
Dengan melakukan lima hal yang dikemukakan di atas, maka potensi kriminalitas dan konflik sosial dapat minimalisir.

Menyelesaikan konflik

Walaupun upaya dilakukan untuk mewujudkan kedamaian, keamanan dan ketenteraman dilakukan, tetapi kuatnya pertarungan berbagai kepentingan terutama kepentingan ekonomi, konflik sosial hampir tidak mungkin ditiadakan.

Oleh karena itu, kalau terjadi konflik social, harus segera diselesaikan jangan dibiarkan berlarut-larut. Menurut saya harus dilakukan 5 (lima) untuk mengakhiri konflik sosial yang terjadi di masyarakat. Pertama, aparat keamanan harus segera diturunkan ke lokasi tempat terjadinya konflik. Kalau skala konflik sosial besar dan melibatkan banyak warga masyarakat, maka aparat pertahanan (TNI) harus diturunkan untuk membantu polisi mengamankan situasi.

Kedua, tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat, penggiat sosial dan HAM dilingkungan tempat terjadinya konflik harus dilibatkan untuk menghentikan konflik sosial yang terjadi.

Ketiga, pemerintah, pimpinan polisi dan TNI setempat bersama tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat harus bekerja sama menghentikan konflik sosial dan mewujudkan perdamaian dikalangan kedua belah pihak yang terlibat konflik.

Keempat, pemerintah bersama pimpinan polisi, TNI setempat bersama tokoh-tokoh agama yang berpengaruh serta tokoh-tokoh masyarakat dibantu para pakar dalam berbagai bidang mencari dan menemukan akar permasalahan yang menjadi penyebab terjadinya konflik sosial.

Kelima, memecahkan penyebab konflik sosial dengan program nyata dan bisa mengakhiri secara permanen terjadinya konflik sosial.

Dengan melakukan hal-hal yang dikemukakan di atas, konflik sosial yang banyak terjadi di dalam masyarakat DKI Jakarta dan diberbagai daerah di seluruh Indonesia, bisa dikurangi dan diminimalisir.

Allahu a’lam bisshawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun