[caption id="attachment_329221" align="aligncenter" width="624" caption="Presiden Susilo Bambang Yudhoyono/Kompasiana (Dok. Instagram Presiden Susilo Bambang Yudhoyono/KOMPAS.com)"][/caption]
Dwi Andari dari TV ONE dan dua rekannya, pada 28 Maret 2014Â menelpon saya untuk wawancara tentang Keluarga Badri yang Tinggal di Kandang Kerbau Ditinjau dari Aspek Sosiologis.
Wartawati TV ONE itu berada di Kampung Bobojong, RT 04 RW 03, Desa Balekambang, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi untuk meliput Badri yang mempunyai empat anak dan seorang isteri yang tinggal di kandang kerbau majikan di kampung tersebut.
Pada 29 Maret 2014 pukul 15.oo wib, Dwi Andari dan dua rekannya tiba dikediaman saya di Cipete Selatan, Cilandak, Jakarta Selatan. Dalam wawancara, saya mengawalinya dengan menjawab pertanyaan Dwi Andari dengan mengemukakan bahwa kasus Badri sekeluarga tak obahnya puncak dari gunung es yang sebenarnya orang-orang seperti Badri masih sangat banyak jumlahnya di Indonesia.
Belum kering dari ingatan kita tentang kasus Aisyah, di kota Medan yang baru berusia 8 tahun, terpaksa harus mengayuh becak, mengemis di jalanan untuk mendapatkan uang dalam rangka merawat dan memberi makan kepada bapaknya yang sakit, sudah terungkap lagi kasus Badri dan keluarganya yang tinggal dikandang Kerbau milik majikannya. Ini terjadi karena kemiskinan yang dialami.
Orang-orang seperti Badri dan Aisyah, juga sangat banyak di Jakarta. Pada 26 Maret 2014, saya presentasi dihadapan Wakil Gubernur DKI Jakarta tentang pentingnya mengatasi kondisi di Johar Baru Jakarta Pusat yang saking padatnya setiap meter persegi dihuni 17 orang, sehingga mengakibatkan timbulkan banyak masalah seperti gantian tidur kalau malam, pendidikan anak-anak amat memprihatinkan, pengangguran dan kemiskinan merajalela.
Gagal Memberantas Kemiskinan
Kalau mau jujur, sebenarnya pemberantasan kemiskinan yang dilakukan pemerintah sudah gagal. Penyebabnya, pertama, sistem yang dijalankan pemerintah justeru melestarikan kemiskinan itu sendiri. Hal itu sesuai analisis fungsional yang dikemukakan Robert K. Merton bahwa kemiskinan perlu dipertahankan untuk melestarikan sistem yang ada.
Kedua, hampir semua program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan pemerintah fokus utamanya bukan memecahkan kemiskinan, tetapi sekedar melaksanakan program pengentasan kemiskinan.
Ketiga, tidak ada kemauan politik (political will) dan keberanian politik (political courage) yang sungguh-sungguh untuk mengatasi masalah kemiskinan dengan memecahkan akar permasalahan utama yang menjadi penyebab kemiskinan.
Oleh karena itu, dana pengentasan kemiskinan yang sangat besar jumlahnya, tidak memberi pemecahan tentang kemiskinan secara signifikan. Pemerintah melalui BPS selalu memberitakan adanya penurunan jumlah orang-orang miskin, tetapi sejatinya kemiskinan tidak turun. Batas miskin yang dipergunakan BPS untuk mengukur dan menghitung jumlah orang-orang miskin sangat rendah, yaitu kalau berpenghasilan sekitar 1 dolar Amerika Serikat perhari, dianggap sudah tidak miskin.