Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Musni Umar: Jangan Tertipu Survei Bayaran Pilpres

7 Juni 2014   13:43 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:52 1252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_341000" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Kompas.com)"][/caption]

Survei di era Orde Reformasi telah menjadi sarana bisnis yang menggiurkan karena memberi keuntungan.  Setiap kontestan yang akan bertanding dalam pemilukada di tingkat kabupatan, kota, provinsi, pemilu legislatif dan pemilihan Presiden (pilpres), biasanya menggunakan lembaga survei untuk melakukan penelitian guna mengetahui tingkat popularitas dan elektabilitas calon atau partai politik yang akan bertanding dalam pemilu.

Surveisejatinya merupakan metode  ilmiah yang lazim dilakukan calon sarjana dan sarjana di semua tingkatan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya dari suatu masalah yang diteliti.   Survei adalah penelitian secara komprehensif  yang dilakukan dengan wawancara atau menyebarkan kuesioner (daftar pertanyaan), dengan tujuan untuk mengetahui secara mendalam yang diteliti, apa yang mereka pikirkan, rasakan, atau kecenderungan mereka untuk melakukan tindakan.

Survei yang menggunakan penelitian kualitatif, dilakukan dengan wawancara mendalam dengan pertanyaan terbuka kepada responden, sementara survei yang menggunakan penelitian kuantitatif, dilakukan dengan menyebarkan kuesioner (daftar pertanyaan) tertutup kepada responden.

Penelitian yang marak dilakukan melalui survei untuk mengukur tingkat popularitas dan elektabilitas setiap calon yang akan bertanding dalam pemilukada, pemilu legislatif dan pemilihan Presiden, hampir  semuanya menggunakan metode kualitatif dengan wawancara tatap muka atau melalui telepon.

Akan tetapi, dalam realitas survei sudah banyak disalah-gunakan demi fulus, sehingga terjadi pelacuran intelektual.

Jangan Dipercaya Sepenuhnya

Survei yang dilakukan untuk meneliti  elektabilitas(keterpilihan) seorang calon Presiden dan calon Wakil Presiden, sebaiknya tidak dipercaya sepenuhnya.

Setidaknya terdapat 5 (lima) alasan yang mendasari.  Pertama, sangat dipengaruhi oleh yang membayar, sehingga hasilnya banyak  bias dan tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Kedua, survei dilakukan bukan semata-mata untuk mengetahui secara mendalam yang diteliti, tetapi untuk mempengaruhi publik yang diteliti supaya memilih seorang calon Presiden dan calon Wakil Presiden tertentu yang membayarnya.

Ketiga, diduga banyak survei yang dilakukan untuk memberi legitimasi bahwa seorang calon,  pantas dipilih oleh rakyat Indonesia karena telah mengalahkan elektabilitas calon lainnya.

Keempat, diduga untuk meningkatkan elektabiltas (keterpilihan) seorang calon.  Ketika media memberitakan hasil penelitain, maka diharapkan parapemilih yang belum menentukan mau memilih siapa (swing voters), dapat terpengaruh dengan hasil survei tersebut.

Kelima, hasil survei banyak yang salah seperti pemilukada DKI Jakarta, semua penelitian menyebutkan bahwa Fauzi Bowo akan memenangkan pemilukada DKI Jakarta, tetapi hasilnya putaran pertama dan kedua dimenangkan Jokowi-Ahok.

Selain itu, pemilu legislatif 2014, tidak ada satupun hasil penelitian yang menyebutkan bahwa partai-partai politik Islam atau yang berbasis massa Islam memiliki masa depan, bahkan disebutkan akan terlempar dari parlemen (DPR) RI karena perolehan suara mereka dalam pemilu legislatif  dibawah 3,5 persen.  Hasilnya salah semua, partai-partai politik Islam atau yang berbasis massa Islam masih eksis dan bahkan meningkat perolehan suara mereka dalam pemilu legislatif 2014, kecuali PKS yang mengalami penurunan sedikit dan PBB yang gagal masuk ke DPR RI.

Oleh karena itu, dalam menghadapi pemilihan Presiden RI 9 Juli 2014, berbagai hasil survei pilpres 2014, tidak usah dipercaya sepenuhnya.   Menurut saya, setiap rakyat Indonesia (terutama yang berpendidikan)  bisa melakukan survei dengan banyak berbincang berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat.

Dari hasil perbincangan itu,  kita bisa mengetahui apa maunya sebagian besar rakyat Indonesia, mau memilih siapa dalam pilpres, sehingga kita terhindar dari tipuan para survei bayaran.

Wallahu a'lam bisshawab


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun