[caption id="attachment_340745" align="aligncenter" width="538" caption="Ilustrasi/Admin (Tribunnews)"][/caption]
Di akhir rezim Orde Baru, saya diajak Fahmi Idris dan Fadel Muhammad untuk bergabung di Golkar dengan jabatan sekretaris departemen koperasi dan wiraswasta merangkap anggota koordinator bidang ekonomi. Pada masa itu yang menjadi ketua umum Golkar adalah Harmoko.
Sebagaimana diketahui bahwa Golkar di masa Orde Baru ditopang oleh tiga kekuatan di Indonesia yang sering disebut sebagai jalur A (ABRI sekarang TNI), jalur B (Birokrasi) dan jalur G (Golongan Karya). Pada setiap pemilu, ketiga kekuatan itu digerakkan untuk memobilisir keluarga besar ketiga kekuatan tersebut dan seluruh rakyat Indonesia supaya memilih Golkar.
Ketika saya membaca berita di Kompas.com, Kamis, 5 Juni 2014 bahwa ada anggota Babinsa datang ke rumah-rumah warga dan mengarahkan warga supaya memilih Prabowo, maka saya teringat peristiwa di masa saya aktif di Golkar yang mempraktikkan cara seperti itu.
Hanya bedanya kalau di masa Orde Baru, kekuatan tiga jalur di dalam Golkar dikerahkan termasuk Babinsa (Bintara Pembina Desa)Â untuk mendatangi rumah-rumah rakyat supaya memilih Golkar dalam pemilu legislatif, tetapi yang dilakukan anggota Babinsa mengarahkan rakyat supaya memilih Prabowo. Ini mengulabng sejarah lama yang pernah dipraktikkan Orde Baru.
Dilakukan Atas Perintah?
Berdasarkan pengalaman saya sewaktu aktif di Golkar akhir rezim Orde Baru, saya menduga bahwa anggota Babinsa itu mendatangi rumah-rumah rakyat untuk mengarahkan warga supaya memilih Prabowo adalah berdasarkan perintah atasannya.
Kalau di masa Orde Baru, perintah untuk memenangkan Golkar dalam pemilu legislatif adalah dari Presiden Soeharto selaku ketua dewan pembina Golkar. Maka sudah merupakan protap (prosedur tetap) setiap pemilu, ketiga kekuatan yang menopang Golkar bergerak mendatangi rakyat dengan cara membujuk dan memaksa supaya memilih Golkar.
Kalau sekarang, siapa yang memerintahkan anggota Babinsa untuk mengarahkan rakyat supaya memilih Prabowo, kita tidak tahu karena saya menduga yang dilakukan anggota Babinsa itu merupakan bagian dari operasi senyap.
Kalau perintah datangnya dari atasan tertinggi di dalam TNI, misalnya di TNI Angkatan Darat, maka seluruh Kodam (Komando Daerah Militer) yang membawahi Korem (Komando Resort Militer), Kodim (Komando Distrik Militer), Koramil (Komando Rayon Militer) dan Babinsa (Bintara Pembina Desa), akan bergerak bersama memenangkan Prabowo.
Pertanyaannya, apakah TNI sebagai institusi negara yang sudah berkomitmen untuk netral dan menjamin pemilihan Presiden berlangsung aman, mau melakukan seperti yang dilakukan anggota Babinsa itu, saya sama sekali tidak yakin, tetapi menjadi pertanyaan juga, apakah mungkin anggota Babinsa mendatangi rumah-rumah rakyat, mendata dan mengarahkan rakyat supaya memilih Prabowo atas inisiatif dirinya sendiri, saya juga tidak yakin karena tidak lumrah terjadi di kalangan TNI yang sangat disiplin.
Cegah Kecurangan pilpres
Apa yang dilakukan anggota Babinsa tersebut harus dilawan dan dihentikan termasuk harus dilawan kalau ada yang memerintah anggota Babinsa untuk mendatangi rumah-rumah guna mengarahkan rakyat supaya memilih salah satu calon Presiden.
Siapapun yang dipilih mayoritas rakyat Indonesia dari dua calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), harus diterima dan dihormati, tetapi kemenangan yang diperoleh harus dan wajib melalui pemilu yang langsung umum bebas dan rahasia (luber) serta jujur dan adil (jurdil).
Tidak boleh kemenangan dengan menghalalkan segala cara seperti mengunakan aparat negara seperti Babinsa untuk meraih kemenangan termasuk melakukan politik uang dan kampanye hitam. Karena jika hal itu dilakukan, maka rakyat akan bangkit melakukan perlawanan.   Kalau hal itu terjadi, maka bangsa dan negara republik Indonesia yang kita cintai ini akan mengalami kekacauan dan kehancuran.
Saya yakin TNI dan seluruh bangsa Indonesia ingin bangsa dan negara ini tetap utuh, damai, tenang dan maju siapapun yang terpilih dalam pemilihan Presiden 9 Juli2014.
Oleh karena itu, semua bentuk kecurangan dalam pemilihan Presiden harus dihentikan. Kita tidak boleh menolerir setiap bentuk kecurangan karena kecurangan akan menghadirkan keributan dan kekacauan.
Sebagai bentuk tanggung jawab untuk mewujudkan pemilu yang luber dan jurdil, kita harus melawan dan menghentikan siapapun juga yang coba-coba melalukan kecurangan, termasuk menggunakan aparat negera untuk kepentingan memenangkan pemilihan Presiden 9 Juli 2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H