Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Musni Umar: Korupsi Haji dan Komisi Pengawas Haji di Kementerian Agama

13 Juni 2014   12:51 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:56 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setidaknya sudah dua menteri agama yang tersandung korupsi haji yaitu Said Aqil Al Munawwar (SAA) dan Surya Darma Ali (SDA). Kasus yang menimpa SDA, semoga yang terakhir.

Untuk mengakhiri korupsi di kementerian agama tidaklah mudah. Pertama, kuatnya tarikan kepentingan partai politik yang menempatkan kadernya menjadi menteri agama untuk memberi konstribusi dana kepada partainya.

Kedua, kepentingan dari ormas pendukung dan asal menteri agama, yang harus memberi bantuan dana untuk kegiatan operasional.

Ketiga, tarikan pengusaha yang ingin menjadi mitra kementerian agama dalam pengadaan berbagai keperluan haji, yang pada umumnya memberi suap untuk mendapat peluang berpartisipasi dalam proyek pengadaan keperluan haji.

Keempat, pihak perbankan yang ingin menggait dana haji yang sangat besar jumlahnya supaya menempatkan dana haji ke bank yang dipimpinnya. Penempatan dana haji ke bank, pada umumnya tidak gratis, ada kompensasinya success fee.

Kelima, partai penguasa dan kader-kadernya ingin mendapat manfaat ekonomi dari menteri agama, sehingga korupsi sulit diakhiri di kementerian agama.

Komisi Pengawas Haji

Selain lima hal yang disebutkan diatas, masih ada persoalan besar yang dihadapi yaitu para anggota parlemen yang membidangi urusan agama termasuk urusan haji dan umroh yang juga ingin mendapat bagian dari kegiatan haji dan puluhan triliun uang haji di kementerian agama.

Persoalan lain, yang bersifat internal ialah sumber daya di internal direktoral jenderal haji dan umroh yang tidak "the right man on the right place". Menurut Anggita Abimayu, ketika menjadi narasumber di ILC TV ONE beberapa waktu lalu, bahwa hampir 100 persen, pegawai Ditjen haji dan Umroh adalah sarjana agama (S. Ag). Pada hal yang diperlukan adalah para akuntan.

Dengan demikian, keberadaan komisi pengawas haji, tidak akan terlalu efektif dalam mencegah berlanjutnya korupsi di kementerian agama, karena kementerian itu menghadapi persoalan internal dan eksternal yang tidak mudah mencegah berlanjutnya korupsi.

Apa yang Harus Dilakukan?

Walaupun tidak mudah mengakhiri korupsi haji di kementerian agama, tetapi ada pepatah mengatakan "dimana ada kemauan disitu ada jalan", if there is a will there is a way".

Saya yakin korupsi di kementerian agama yang telah mencoreng nama kementerian itu, pasti para pejabat dan karyawannya takut terseret kasus korupsi, sehingga tidak ingin mengulangi korupsi yang telah menyeret para pejabat dan menteri agama.

Untuk mengakhiri korupsi haji, tidak semata-mata domain kementerian agama. Setidaknya harus dilakukan lima hal.

Pertama, harus bermula dari istana. Presiden RI sebagai eksekutif pemerintahan tertinggi harus turun tangan dengan memberi tugas menteri agama yang dibantu BPK dan KPK untuk membangun sistem yang anti korupsi seperti yang dilakukan Gubernur Joko Widodo di DKI Jakarta dengan menerapkan e-budgetting, e-purchasing dan lain sebagainya. Semua kegiatan di kementerian agama dalam urusan haji dan umroh dan kementerian agama pada umunya harus terbuka dan transparan, bisa diakses semua orang. Tidak boleh tender pengadaan barang, sewa pesawat, dan lain-lain, diatur seperti yang banyak terjadi dipemerintahan selama ini.

Kedua, parlemen (DPR) RI yang menjadi mitra kementerian agama, harus mengakhiri prilaku jahat yang ingin mendapat bagian dari limpahan dana dari haji dan umroh. Saatnya parlemen menjalankan fungsi pengawasan, jangan pagar makan tanaman.

Ketiga, kementeria agama saatnya hanya menjadi regulator dalam urusan haji dan umroh. Suka tidak suka dan mau tidak mau harus dibentuk setidaknya dua lembaga independen di kementerian agama yaitu lembaga tabung haji dan investasi, serta lembaga operasional yang mengurus haji dan umroh. Dengan demikian, ada pemisahan yang jelas antara regulator dan operator serta yang mengurus dana haji untuk diinvestasikan ke sektor yang menguntungkan seperti di Malaysia.

Keempat, harus ada revolusi mental dan budaya di kementerian agama, sehingga semua pejabat dan karyawan terhindar dari masalah korupsi. Pada saat yang sama diperhatikan gaji mereka agar bisa hidup layak tanpa harus korupsi.

Kelima, menteri agama sebaiknya bukan dari partai politik. Kalau menteri agama dari partai politik, maka sangat sulit mencegah seorang menteri agama tidak korupsi karena kementerian merupakan sumber dana (ATM) untuk membiayai kegiatan operasional parpol.

Oleh karena itu, parpol harus diberi anggaran belanja yang cukup dari negara, agar para kader partai politik yang dipercaya menjadi menteri tidak dijadikan ATM untuk membiayai kegiatan partai politiknya.

Wallahu a'lam bisshawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun