Walaupun tidak mudah mengakhiri korupsi haji di kementerian agama, tetapi ada pepatah mengatakan "dimana ada kemauan disitu ada jalan", if there is a will there is a way".
Saya yakin korupsi di kementerian agama yang telah mencoreng nama kementerian itu, pasti para pejabat dan karyawannya takut terseret kasus korupsi, sehingga tidak ingin mengulangi korupsi yang telah menyeret para pejabat dan menteri agama.
Untuk mengakhiri korupsi haji, tidak semata-mata domain kementerian agama. Setidaknya harus dilakukan lima hal.
Pertama, harus bermula dari istana. Presiden RI sebagai eksekutif pemerintahan tertinggi harus turun tangan dengan memberi tugas menteri agama yang dibantu BPK dan KPK untuk membangun sistem yang anti korupsi seperti yang dilakukan Gubernur Joko Widodo di DKI Jakarta dengan menerapkan e-budgetting, e-purchasing dan lain sebagainya. Semua kegiatan di kementerian agama dalam urusan haji dan umroh dan kementerian agama pada umunya harus terbuka dan transparan, bisa diakses semua orang. Tidak boleh tender pengadaan barang, sewa pesawat, dan lain-lain, diatur seperti yang banyak terjadi dipemerintahan selama ini.
Kedua, parlemen (DPR) RI yang menjadi mitra kementerian agama, harus mengakhiri prilaku jahat yang ingin mendapat bagian dari limpahan dana dari haji dan umroh. Saatnya parlemen menjalankan fungsi pengawasan, jangan pagar makan tanaman.
Ketiga, kementeria agama saatnya hanya menjadi regulator dalam urusan haji dan umroh. Suka tidak suka dan mau tidak mau harus dibentuk setidaknya dua lembaga independen di kementerian agama yaitu lembaga tabung haji dan investasi, serta lembaga operasional yang mengurus haji dan umroh. Dengan demikian, ada pemisahan yang jelas antara regulator dan operator serta yang mengurus dana haji untuk diinvestasikan ke sektor yang menguntungkan seperti di Malaysia.
Keempat, harus ada revolusi mental dan budaya di kementerian agama, sehingga semua pejabat dan karyawan terhindar dari masalah korupsi. Pada saat yang sama diperhatikan gaji mereka agar bisa hidup layak tanpa harus korupsi.
Kelima, menteri agama sebaiknya bukan dari partai politik. Kalau menteri agama dari partai politik, maka sangat sulit mencegah seorang menteri agama tidak korupsi karena kementerian merupakan sumber dana (ATM) untuk membiayai kegiatan operasional parpol.
Oleh karena itu, parpol harus diberi anggaran belanja yang cukup dari negara, agar para kader partai politik yang dipercaya menjadi menteri tidak dijadikan ATM untuk membiayai kegiatan partai politiknya.
Wallahu a'lam bisshawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H