Pertanyaan yang sama diajukan kepada Hatta. Beliau menjawab dengan mengatakan "Dari 150 juta angkatan kerja kita, memang 45 persen masih tamatan SD. Hanya 8 persen yang tamatan perguruan tinggi". Jadi sebenarnya ini yang harus kita perhatikan. Kita harus meningkatkan tamatan perguruan tinggi minimal 40 persen. Bagaimana dengan tamatan SD yang sudah di lapangan. Menurut Hatta, kita harus meningkatkan tarining di lapangan. Kita harus meningkatkan dan menumbuhkan pusat-pusat pengembangan sumber-sumber pertumbuhan baru berbasis produk lokal.
Mengenai tenaga kerja di luar, Hatta mengemukakan dua pendekatan:
pertama, dari sisi strategi pembangunan. Contoh, jika kita menjual bahan mentah, tentu para engineer kita bekerja di luar. Kedua, memperhatiakn contoh di India, mereka bekerja di luar
tetapi tujuannya untuk membuka lapangan pekerjaan domestik.
Kesimpulan
Dalam mengakhiri tulisan ini, saya ingin mengemukakan analisis kritis dari debat kedua cawapres tersebut. Pertama, JK dan Hatta mengemukakan visi misi dengan baik, dan patut diberi apresiasi.
Kedua, debat cawapres tersebut sebaiknya jangan dijadikan tolok untuk memilih capres dan cawapres pada 9 Juli 2014 karena lebih baik kedua cawapres itu dilihat kinerjanya selama dipercaya menjadi menteri. JK sewaktu menjadi Wapres 2004-2009 disebut sebagai "the real president", sedang Hatta, ketika menjadi Menko Perekonomian RI 2009-2014, dikalangan kabinet beliau disebut sebagai "the real prime minister" (perdana menteri) karena memiliki kekuasaan yang besar.
Pertanyaannya, apa yang dilakukan kedua cawapres untuk kebaikan dan kemajuan rakyat, bangsa dan negara yang kita cintai ini? Secara jujur harus diakui, JK banyak success story yang ditinggalkan selama menjadi Menteri Perdagangan, Menko Kesejahteraan Rakyat dan Wapres RI yang dapat dilihat dan dirasakan manfaatnya rakyat Indonesia. Itu sebabnya, beliau digandeng kembali untuk menjadi cawapres Jokowi 2014.
Sementara Hatta, selama Orde Reformasi memegang berbagai jabatan penting di pemerintahan seperti Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BBPT, Menteri Perhubungan, Menteri Sekretaris Negara, dan terakhir Menko Perekonomian RI, tetapi mohon maaf success story yang dapat dilihat dan dirasakan manfaatnya oleh rakyat Indonesia khusus rakyat jelata sangat minim.
Maka ingat kata Bung Karno "Jas Merah" (jangan sekali-kali melupakan sejarah). Lihat dan selidiki rekam jejak (track record) capres dan cawapres supaya rakyat tidak tertipu untuk kesekian kalinya dan mengalami nasib sulit seperti sekarang ini.
Wallau a'lam bisshawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H