Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bermusyawaratlah dalam Memilih Pimpinan MPR

7 Oktober 2014   13:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:04 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para pendiri negara kita (founding fathers) telah mendisain kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara. Dalam amandemen UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, kedudukan MPR berubah menjadi lembaga tinggi negara yang sama kedudukannya dengan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya seperti DPR, DPD dan lain-lain.


Walalupun begitu, MPR sebagai lembaga tinggi negara, tetap mempunyai kedudukan yang amat penting ditinjau dari berbagai aspek. Walaupun fungsinya tidak lebih dan tidak kurang hanya sebagai simbol keindonesiaan setelah dilakukan amandemen UUD 1945.


Setidaknya ada 5 (lima) alasan yang mendasari, MPR mempunyai kedudukan penting, sehingga pimpinannya harus dipilih berdasar musyawarah-mufakat. Pertama, dari aspek sejarah. Bangsa ini dibangun berdasarkan antara lain dari aspek kesejarahan yang panjang. Para pendiri negara kita menyadari pentingnya ada lembaga tinggi negara tempat berhimpunnya para tokoh bangsa dari berbagai aliran politik, suku, budaya, dan agama yang berbeda-beda. Maka, lembaga itu diberi nama "Majelis Permusyawaratan Ralyat (MPR).


Oleh karena itu, pimpinan dan anggota yang mengisi MPR haruslah mencerminkan keindonesiaan yang majemuk. Maka sejatinya pimpinan MPR dipilih berdasarkan musyawarah mufakat. Memilih pimpinan MPR dengan menggunakan sistem voting (pemungutan suara) menurut saya tidak saja ahistoris tetapi tidak akan menghasilkan pimpinan yang mewakil seluruh kepentingan rakyat, bangsa dan negara yang kita cintai ini.


Kedua, dari aspek ideologi, para pendiri negara kita, mewariskan sila keempat dari Pancasila yaitu "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.


Menurut saya, dalam memilih pimpinan MPR, hendaknya mendasari sila tersebut dengan mengedepankan musyawarah untuk mencapai permufakatan. Dalam musyawarah, mesti ada tenggang rasa, toleransi, take and give, jangan mau mengambil semuanya demi kepentingan kelompok sendiri. Mesti juga memberi kedudukan pihak lain dalam rangka keindonesiaan yang bersatu.


Ketiga, dari aspek agama, semua agama mengajarkan supaya bermusyawarah dalam menyelesaikan suatu urusan termasuk dalam memilih pemimpin. Di dalam Alqur'an surat ke 3 Ali Imran ayat 159 ditegaskan "Wasyawirhum fil amri" (Dan bermusyawaratlah dalam memutus suatu urusan). Pada surat ke 26 Asy Syuraa, Allah kembali menegaskan "Wa amruhum syuraa bainahum" (Dan dalam urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah diantara mereka).


Oleh karena itu, berdasarkan sila pertama dari Pancasila yaitu "Ketuhanan yang Maha Esa", sebaiknya dalam memilih pimpinan MPR berdasar musyawarah mufakat, yang merupakan pencerminan dari ajaran agama yang termanifestasi dalam sila pertama dari Pancasila.


Keempat, dari aspek sosiologis, bangsa Indonesia amat heterogen (majemuk), maka suka tidak suka dan mau tidak mau, untuk persatuan Indonesia, MPR harus mengakomodir semua kekuatan politik, agama, budaya dan lain sebagainya termasuk dalam komposisi kepemimpinan di MPR. Hal tersebut hanya bisa terwujudkan jika dilakukan berdasar musyawarah, tidak melalui voting.


Kelima, lembaga pengayom dan penyelamat negara. Jika negara dalam kondisi kritis, yang disebabkan berbagai faktor yang multi dimensi seperti krisis konstitusional, revolusi sosial, huru-hara yang tidak mungkin diatasi oleh aparat keamanan dan lain sebagainya, maka MPR dapat berfungsi sebagaimana layaknya di negara-negara yang masih berlandaskan kerajaan seperti Inggris, Thailand, Malaysia dan lain-lain. Maka kepemimpinan di MPR harus mencerminkan keindonesiaan yang majemuk. Itu hanya bisa terjadi, jika pimpinannya dipilih berdasarkan asas musyawarah-mufakat.


Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun