Kelima, masih kuat perlawanan, yang menjadi lawan politik Jokowi dalam pemilihan Presiden RI yang lalu. Mereka masih menguasai parlemen, walaupun tidak solid 100 persen lantaran Partai Golkar dan PPP pecah. Maka cara mainnya halus dan tidak frontal. Dalam kasus pencalonan Kapolri baru, mereka mengikuti irama permainan lawan untuk menjebaknya. Mereka menggunakan gergaji angin untuk mempreteli dukungan publik kepada Presiden Jokowi yang masih kuat dan besar.
Dilematis Kapolri Baru
Persetujuan Komisi III DPR dan akan berlanjut di sidang paripurna DPR tentang Kapolri baru, maka bola panas berada sepenuhnya ditangan Presiden Jokowi. Pertama, secara politik, Presiden Jokowi sudah mendapat dukungan parlemen untuk menetapkan dan melantik Kapolri baru. Akan tetapi, dukungan tersebut harus diwspadai dan ditimbang ulang sebab boleh jadi sebagai jebakan untuk melemahkan dan menjatuhkan.
Kedua, publik akan sangat marah karena janji untuk memberantas korupsi dalam kampanye Pilpres, justru yang terjadi sebaliknya, melantik Kapolri yang sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka korupsi dan dicekal keluar negeri.
Ketiga, kepercayaan dan harapan publik akan redup dan sirna sebagaimana pernah dikemukakan Prof Achmad Mubarok, politisi senior Partai Demokrat, jika Presiden Jokowi melantik Kapolri baru.
Oleh karena itu, sebagai sosiolog yang mendengar dan memperhatikan aspirasi rakyat, yang terus mendukung dan berharap banyak kepada Presiden Jokowi, saya mengusulkan tidak melantik Kapolri baru, sebab Lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya.
Allahu a’lam bisshawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H