[caption id="attachment_390879" align="aligncenter" width="624" caption="Calon Kapolri Budi Gunawan saat menemui pers (KOMPAS.com)"][/caption]
Saya bersyukur banyak teman dari berbagai kalangan termasuk dari DPR RI. Sabtu, 10 Januari 2015, saya menghadiri pesta perkawinan anak dari seorang politisi senior, yang dihadiri para tokoh politik dari lintas partai.
Pada saat itu saya mendengar perbincangan seorang politisi senior yang sangat berpengaruh kepada seorang anggota DPR dari komisi III. Perbincangan itu mengarah tidak setuju kepada calon Kapolri baru karena dugaan korupsi.
Pada Selasa sore, 13 Januari 2015, saya bertemu teman-teman Kampus Kuning aktivis 77/78 dalam rangka membahas persiapan HUT 37 Tahun Kampus Kuning. Ditempat pertemuan, kami menyaksikan berita (breaking news) di TV, kunjungan teman-teman anggota DPR dari Komisi III di kediaman calon Kapolri, diakhiri salam cium pipi, yang mencerminkan kedekatan.
Sebagaimana saya tulis kemarin (14/1/2015) di kompasiana bahwa kunjungan para anggota DPR dari komisi III di kediaman calon Kapolri, yang kelihatan sangat akrab, menjunjukkan dukungan kuat, dan terbukti dalam Fit and Proper Test di Komisi III DPR RI pada siang hari sampai sore, calon Kapolri diterima secara aklamasi.
Jebakan terhadap Presiden Jokowi
Saya memiliki 5 (lima) alasan untuk mengatakan bahwa pencalonan Kapolri baru, yang mendapat dukungan aklamasi anggota Komisi III DPR RI, yang hampir pasti akan berlanjut di sidang paripurna DPR hari ini, sangat mengkhawatirkan.
Pertama, saya diberitahu anggota DPR bahwa Presiden Jokowi sudah banyak melanggar UU terutama UU APBN. Teman saya Henny Andries, seorang diplomat senior mengatakan kepada anggota DPR itu, mengapa DPR membiarkan Presiden melanggar UU? Pada hal salah satu tugas DPR ialah melakukan pengawasan. Jadi, ada semacam politik pembiaran. Kalau sudah terakumulasi pelanggaran UU, maka ada alasan untuk melengserkan Presiden Jokowi.
Kedua, kompaknya Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) minus Partai Demokrat dalam memilih calon Kapolri. Pada hal ditempat pesta perkawinan seorang politisi senior yang saya kemukakan diatas, seorang anggota DPR sudah mengatakan kepada saya bahwa Presiden Jokowi mau memecah belah lagi PAN. Artinya, terdapat ketidakpercayaan yang mendalam terhadap Presiden Jokowi. Pertanyaannya, mengapa mereka aklamasi mendukung calon Kapolri yang diajukan Presiden Jokowi.
Ketiga, perbincangan seorang politisi senior kepada seorang anggota DPR dari Komisi III sebagai dikemukakan diatas. Dalam realitas politik di Komisi III DPR, dan hampir pasti berlanjut di sidang paripurna DPR hari ini, justru memberi dukungan penuh kepada calon Kapolri yang dicalonkan Presiden Jokowi.
Keempat, pernyataan Prof. Achmad Mubarok, politisi senior Partai Demokrat, ketika saya temui usai menjadi khatib Jumat di Jakarta beberapa waktu lalu, dia berkata Jokowi akan jatuh sendiri, jika tidak hati-hati karena popularitas yang dibangun, akan meredup seiring dengan perjalanan waktu karena banyak yang kecewa dan lawan akan terus bergerilya.
Kelima, masih kuat perlawanan, yang menjadi lawan politik Jokowi dalam pemilihan Presiden RI yang lalu. Mereka masih menguasai parlemen, walaupun tidak solid 100 persen lantaran Partai Golkar dan PPP pecah. Maka cara mainnya halus dan tidak frontal. Dalam kasus pencalonan Kapolri baru, mereka mengikuti irama permainan lawan untuk menjebaknya. Mereka menggunakan gergaji angin untuk mempreteli dukungan publik kepada Presiden Jokowi yang masih kuat dan besar.
Dilematis Kapolri Baru
Persetujuan Komisi III DPR dan akan berlanjut di sidang paripurna DPR tentang Kapolri baru, maka bola panas berada sepenuhnya ditangan Presiden Jokowi. Pertama, secara politik, Presiden Jokowi sudah mendapat dukungan parlemen untuk menetapkan dan melantik Kapolri baru. Akan tetapi, dukungan tersebut harus diwspadai dan ditimbang ulang sebab boleh jadi sebagai jebakan untuk melemahkan dan menjatuhkan.
Kedua, publik akan sangat marah karena janji untuk memberantas korupsi dalam kampanye Pilpres, justru yang terjadi sebaliknya, melantik Kapolri yang sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka korupsi dan dicekal keluar negeri.
Ketiga, kepercayaan dan harapan publik akan redup dan sirna sebagaimana pernah dikemukakan Prof Achmad Mubarok, politisi senior Partai Demokrat, jika Presiden Jokowi melantik Kapolri baru.
Oleh karena itu, sebagai sosiolog yang mendengar dan memperhatikan aspirasi rakyat, yang terus mendukung dan berharap banyak kepada Presiden Jokowi, saya mengusulkan tidak melantik Kapolri baru, sebab Lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya.
Allahu a’lam bisshawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H