[caption id="attachment_392985" align="aligncenter" width="600" caption="Kompas.com"][/caption]
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) kembali berseteru, sehingga mengingatkan publik beberapa tahun lalu kasus “Cicak Vs Buaya”, yaitu Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto, keduanya Wakil Ketua KPK dijadikan tersangka oleh Bareskrim Polri, sehingga terjadi perseteruan KPK dan POLRI yang mengguncangkan dunia penegakan hukum Indonesia.
Jum’at, 23 Januari 2015 (pagi), kasus Cicak Vs Buaya jilid 2 kembali terjadi. Kali ini yang mengalami nasib seperti yang pernah dialami Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto adalah Bambang Widjojanto (BW), Wakil Ketua KPK. Tim Barekrim Polri menangkap BW pada saat mengantar anak ke tempat sekolahnya di Depok, Jawa Barat.
Berita penangkapan BW segera tersiar ke seluruh Indonesia melalui media sosial dan pemberitaan TV, sehingga publik yang diwakili para tokoh dan penggiat anti korupsi memberi dukungan penuh kepada KPK. Mereka berdemo di teras gedung KPK untuk memberi dukungan moral kepada BW dan para pimpinan KPK. Sementara publik menggunakan media sosial khususnya Twitter untuk memberi dukungan dengan menulis #Save KPK, sehingga #Save KPK menjadi trending topic di seluruh dunia paling teratas sejak sore 23/1/2017 sampai 24/1/2015 pagi, saat opini ini ditulis.
POLRI Dipojokkan
Gelombang dukungan publik kepada BW dan KPK di media sosial dan demo di KPK para tokoh dan penggiat anti korupsi yang dipublikasikan secara luas dan langsung oleh berbagai stasiun TV, dan pemberitaan media online serta berita koran pagi ini (24/1/2014) yang menjadikan BW dan KPK sebagai berita utama (headline), sangat menguntungkan posisi KPK, sebaliknya merugikan dan memojokkan posisi Polri.
Semua penggiat anti korupsi yang berbicara di media, mengaitkan penangkapan BW sebagai upaya Polri melakukan balas dendam terhadap Budi Gunawan, calon Kapolri yang dijadikan tersangka korupsi oleh KPK.
Tindakan yang dilakukan Bareskrim Polri menangkap dan menetapkan BW sebagai tersangka tindak pidana sumpah palsu, lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Pertama, publik tidak percaya yang disangkakan kepada BW walaupun Irjen Ronny F Sompie, Kadiv Humas Polri telah menyampaikan kepada publik bahwa apa yang dilakukan Polri adalah murni penegakan hukum.
Kedua, publik menganggap Polri melakukan rekayasa kasus untuk melumpuhkan KPK, karena dengan menangkap dan menetapkan BW tersangka tindak pidana sumpah palsu, berarti dia harus nonaktif sebagai komisioner KPK sesuai UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ketiga, publik memberi dukungan yang sangat besar kepada BW dan KPK, sebaliknya langsung ataupun tidak langsung memojokkan Polri.
Save Polri