Aku mengangguk dan berlari secepat mungkin. Namun, malam itu hanya permulaan.
---
Beberapa hari kemudian, aku kembali bertemu dengannya. Kali ini di rumah sakit. Ayahku dirawat di sana karena penyakit jantung, dan biaya pengobatan terus membengkak. Aku hampir putus asa, sampai seorang suster mengatakan bahwa ada seseorang yang sudah melunasi seluruh tagihannya.
Aku mencari tahu siapa orang itu, dan ternyata Reyhan sedang duduk di taman rumah sakit, memandangi langit sore.
"Kenapa Anda membantu saya?" tanyaku dengan nada penuh curiga.
Dia menghela napas panjang. "Aku tidak punya alasan khusus. Aku hanya melihat seorang anak yang berjuang untuk ayahnya. Itu mengingatkanku pada diriku dulu."
"Tapi bukankah Anda seorang mafia? Bukankah Anda...berbahaya?"
Dia tersenyum tipis, senyum yang anehnya tidak terasa menakutkan. "Apa yang kau tahu tentang mafia? Kami hanya manusia biasa, yang hidup di dunia penuh kepalsuan. Jika aku dingin, itu karena aku tidak percaya pada banyak orang. Tapi bukan berarti aku tidak peduli."
Sejak saat itu, Reyhan muncul di hidupku seperti bayangan. Membantuku ketika aku terdesak, melindungiku tanpa meminta balasan.
Lambat laun, aku mulai melihat sisi lain dari pria dingin ini. Di balik wajah tanpa ekspresi itu, ternyata ada hati yang penuh luka, namun tetap memilih untuk membantu mereka yang benar-benar membutuhkan.
Reyhan Pratama. Mafia dingin itu ternyata memiliki hati yang lebih hangat dari yang kubayangkan.