Mohon tunggu...
Muslimah
Muslimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nama saya Muslimah ,saya kuliah Di universitas Muhammadiyah Mataram,Jurusan pendidikan guru sekolah dasar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori Perkembangan Moral yang Dikemukakan oleh Lawrence Kohlberg

18 Januari 2025   22:31 Diperbarui: 18 Januari 2025   22:31 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Teori Perkembangan Moral yang Dikemukakan oleh Lawrence Kohlberg

Teori perkembangan moral Lawrence Kohlberg merupakan salah satu teori yang paling berpengaruh dalam psikologi perkembangan. Kohlberg membangun teorinya berdasarkan karya Jean Piaget tentang perkembangan kognitif, tetapi ia memperluas gagasan tersebut untuk fokus pada bagaimana individu berpikir dan membuat keputusan moral. Teorinya menekankan bahwa perkembangan moral adalah proses bertahap, di mana seseorang melalui serangkaian tahapan berdasarkan kemampuan mereka untuk berpikir dan memahami dilema moral yang semakin kompleks.

Konsep Dasar Teori Kohlberg

Kohlberg mendefinisikan moralitas sebagai kemampuan seseorang untuk membedakan antara benar dan salah serta memilih tindakan yang sesuai dengan nilai dan prinsip universal. Menurutnya, moralitas seseorang tidak hanya mencerminkan perilaku mereka, tetapi juga alasan atau alasan di balik keputusan mereka. Inilah sebabnya mengapa teori Kohlberg fokus pada penalaran moral (moral reasoning).

Penelitian utama yang mendasari teori ini menggunakan pendekatan dilema moral, seperti Dilema Heinz, di mana seseorang harus memutuskan apakah mencuri obat untuk menyelamatkan nyawa istrinya yang sakit itu benar atau salah. Dalam studinya, Kohlberg tidak terlalu memperhatikan jawaban "benar" atau "salah," tetapi lebih pada argumen moral yang digunakan untuk mendukung keputusan tersebut.

Tahapan Perkembangan Moral Menurut Kohlberg

Kohlberg mengemukakan bahwa perkembangan moral manusia terdiri dari tiga tingkat utama, yang masing-masing terdiri dari dua tahap, sehingga ada total enam tahap perkembangan moral. Berikut adalah penjelasan tentang masing-masing tingkat dan tahap:

Tingkat 1: Moralitas Pra-Konvensional

Pada tingkat ini, anak-anak cenderung memahami moralitas berdasarkan konsekuensi langsung dari tindakan mereka, seperti penghargaan atau hukuman. Penalaran moral mereka sangat egosentris.

1. Tahap 1: Orientasi Hukuman dan Kepatuhan

Anak-anak pada tahap ini percaya bahwa tindakan dianggap benar atau salah berdasarkan hukuman yang diterima. Mereka mematuhi aturan untuk menghindari hukuman, bukan karena mereka memahami alasan moralnya.

Contoh: "Mencuri itu salah karena kamu akan dipenjara."

2. Tahap 2: Orientasi Kepentingan Pribadi (Individualisme dan Pertukaran)

Anak mulai memahami bahwa tindakan yang benar adalah tindakan yang menguntungkan mereka secara pribadi. Dalam tahap ini, penalaran moral sering didasarkan pada prinsip "apa untungnya untuk saya?"

Contoh: "Jika saya mencuri obat, saya akan menyelamatkan istri saya, jadi itu benar untuk saya."

Tingkat 2: Moralitas Konvensional

Pada tingkat ini, individu mulai menginternalisasi nilai-nilai moral dari masyarakat dan berusaha mempertahankan harmoni sosial. Moralitas didasarkan pada norma sosial dan harapan kelompok.

3. Tahap 3: Orientasi "Good Boy/Good Girl"

Dalam tahap ini, individu berusaha untuk mendapatkan persetujuan dari orang lain. Tindakan dianggap baik jika disetujui atau dihargai oleh orang-orang di sekitar.

Contoh: "Jika saya mencuri obat, orang akan melihat saya sebagai orang yang peduli terhadap keluarga saya."

4. Tahap 4: Orientasi Hukum dan Keteraturan (Law and Order)

Moralitas pada tahap ini berfokus pada aturan, hukum, dan ketertiban masyarakat. Individu percaya bahwa mematuhi hukum adalah kewajiban moral utama.

Contoh: "Meskipun istri saya sakit, saya tidak boleh mencuri obat karena mencuri melanggar hukum."

Tingkat 3: Moralitas Pasca-Konvensional

Pada tingkat ini, individu mampu mempertimbangkan nilai-nilai moral yang lebih abstrak dan universal. Mereka mulai berpikir melampaui norma sosial untuk mempertimbangkan prinsip moral universal yang berlaku untuk semua orang.

5. Tahap 5: Orientasi Kontrak Sosial

Individu mulai memahami bahwa hukum dan aturan dibuat untuk melayani kepentingan masyarakat, tetapi hukum tersebut dapat diubah jika tidak adil. Mereka menghargai hak-hak individu dan prinsip keadilan.

Contoh: "Mencuri mungkin melanggar hukum, tetapi menyelamatkan nyawa lebih penting daripada aturan hukum itu sendiri."

6. Tahap 6: Orientasi Prinsip Etis Universal

Tahap ini adalah tingkat tertinggi dalam penalaran moral menurut Kohlberg. Individu memandu keputusan mereka berdasarkan prinsip etis universal, seperti keadilan, martabat manusia, dan hak asasi manusia, bahkan jika itu bertentangan dengan hukum atau norma sosial.

Contoh: "Saya akan mencuri obat, karena menyelamatkan nyawa adalah kewajiban moral yang lebih tinggi daripada mematuhi hukum."

Ciri-Ciri Teori Kohlberg

1. Perkembangan Bertahap

Kohlberg menegaskan bahwa seseorang harus melalui setiap tahap secara berurutan. Tidak mungkin seseorang melompat ke tingkat pasca-konvensional tanpa terlebih dahulu memahami tingkat sebelumnya.

2. Bukan Berdasarkan Usia, tetapi Tingkat Kognitif

Kohlberg menjelaskan bahwa perkembangan moral tidak hanya bergantung pada usia tetapi juga pada kemampuan kognitif individu. Dengan demikian, tidak semua orang mencapai tingkat moralitas pasca-konvensional.

3. Penekanan pada Rasionalitas

Teori ini menempatkan penalaran logis sebagai inti perkembangan moral, bukan hanya perilaku atau tindakan.

Kritik terhadap Teori Kohlberg

1. Bias Gender

Carol Gilligan, seorang kritikus utama Kohlberg, berpendapat bahwa teorinya terlalu bias terhadap perspektif laki-laki dan gagal mempertimbangkan pendekatan moral yang berfokus pada hubungan dan kepedulian, yang lebih umum pada perempuan.

2. Keterbatasan Budaya

Beberapa kritikus menyatakan bahwa teori ini mencerminkan nilai-nilai moral Barat yang menekankan individualisme, sehingga mungkin kurang relevan dalam budaya kolektivis.

3. Peran Emosi

Kohlberg terlalu fokus pada rasionalitas dan kurang memperhatikan bagaimana emosi, seperti empati atau cinta, memengaruhi keputusan moral.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun