Mohon tunggu...
Muslihudin El Hasanudin
Muslihudin El Hasanudin Mohon Tunggu... jurnalis -

journalist and more

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sudah Baca Majalah Lentera?

20 Oktober 2015   09:21 Diperbarui: 20 Oktober 2015   09:55 2159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="Salah satu headline Majalah Lentera (foto dok Majalah Lentera)"][/caption]Majalah Lentera kini jadi buruan masyarakat Salatiga dan sekitarnya. Kebijakan kampus UKSW yang menarik 500 eksempar majalah besutan anak-anak Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi (Fiskom) yang sudah kadung beredar di public itu tidak serta merta meredakan  masalah. Di jagat internet malah  sedang hangat-hangatnya diperbincangkan.

Majalah Lentera edisi   Salatiga Kota Merah yang dikelola kawan pers mahasiswa Fiskom UKSW dilarang beredar. Tentu saja: dekan, polisi, atau bahkan tentara bisa menghentikan peredaran majalah dalam bentuk cetak, tetapi tidak dalam bentuk digital.Saya telah mengunduh dan sedang membacanya. Kalau kawan2 tertarik membaca, tersedia tautan unduhan dalam note yang ditulis Ariel Heryanto ini.

Demikian “provokasi” kawan saya seorang pegiat pers Semarang melalui akun facebooknya. Layaknya  kebakaran hutan  yang terjadi di Sumatera, Kalimantan asapnya menebar jauh ke seantero Indonesia, bahkan sampai pula ke negara-negara tentangga. Institusi apapun di negeri ini tak mampu membendungnya. Seperti halnya peredaran Lentera, walau ditarik secepat kilat oleh pihak kampus, namun secepat itu pula versi digitalnya beredar pula di dunia maya. Ibarat pepatah semakin disembunyikan semakin banyak yang mencari.

Catatan susulan: satu jam setelah saya siapkan, ada pengumuman dari Dropbox, tautan itu dihentikan karena gencarnya lalu-lintas pengunduh. Atas kebaikan beberapa teman, telah tersedia tautan alternatif. Terima kasih kepada Manganju Luhut Tambunan, Eric Sasono, Har Wib, Tjarles Liu, Shock Clip, dan Dhonny Fajar Saputra.

tautan asli dan alternatif 1-4: sudah habis - laris manis

tautan alternatif 5

tautan alternatif 6

Sebentar lagi tautan diatas pasti akan kadaluwarsa. Mohon rekan-rekan yang sudah mengunduh agar mengunggahnya di media pilihan mereka dan membagikannya kembali.

Ini dia terbitan yang bikin gempar Salatiga dan sebagian media sosial. Hasil scanning yang kurang bagus di Salatiga, karena yang bikin anak muda dan masih gemetaran takut hantu Orde Baru berbaju pemda, tentara, polisi dan birokrat kampus UKSW.

Saya sendiri belum baca isinya. Tapi saya tahu banyak yang ingin tahu, jadi buru-buru berbagi untuk dibaca bersama-sama.

Terlepas dari kualitas isinya seperti apa, kita sampaikan hormat setinggi-tingginya kepada para mahasiswa yang sudah bersusah payah menyiapkan bahan ini, didorong gairah belajar sejarah bangsanya sendiri, dan pemalsuan sejarah oleh Negara dalam buku teks resmi di bangku sekolah dan kuliah.

Terima kasih juga layak disampaikan kepada kepala daerah, tentara dan polisi di Salatiga, karena berkat sepak-terjang mereka, terbitan ini mendadak jadi populer di dunia.

Itu update terakhir akun Ariel Heryanto dilaman facebooknya. Pada saat saya mengunduh tautan tersebut, link yang tersedia masih alternatif 1-4. Saya beruntung masih bisa mengunduhnya dengan mudah via laman berbagi file  4shared.com

Membaca liputan khusus Lentera  Salatiga Kota Merah serasa membaca Majalah Tempo. Layout dan penyajiannya takjauh beda. Saya acung jempol untuk kawan-kawan lentera, sungguh kerja keras yang tidak sia-sia. Sebuah prasasti sejarah-walau dari sudut pandang mahasiswa-telah berhasil tercipta.

Membaca keseluruhan edisi khusus Lentera, saya jadi bertanya-tanya benarkah ini hasil murni karya mahasiswa? Mungkinkan ada pihak lain yang terlibat di dalamnya? Lihat saja foto-foto dokumentasi   pelengkap berita sungguh “berbicara”. Semua A1. Sepertinya belum pernah terpublikasikan sebelumnya. Pun oleh media nasional.

Redaksi  sepertinya memang telah mempersiapkan liputan khusus tentang Peristiswa G 30 S PKI  ini dengan matang. Tim yang diterjunkan pun tidak main-main. Full tim.

Bukan tanpa kendala. Menurut Bima Satria Putra Pimred Lentera  dalam editorialnya mengemukakan bahwa tidak semua awak redaksi mau melakukan liputan. Tidak masalah, mereka punya hak untuk itu. Akhirnya Lentera berjalan  dengan sebagian awak redaksi saja. Kami mencari informasi melalui literature-literatur, melakukan observasi lapangan, dan mewawancarai pelaku sejarah. Kebanyakan narasumber menolak diwawancarai. Sebagian takut, sebagain memang enggan (hal 4).

Membaca lentera edisi ini, serasa membaca sejarah Salatiga dari sisi yang lain. Bisa jadi ini adalah dokumen pertama yang memotret secara vulgar tentang peristiwa kelam  G30 S PKI yang terjadi di Salatiga dan sekitarnya. Sungguh renyah disimak, walau taksampai tuntas mengupas.  

Hanya saja,  konklusi dalam  di akhir beberapa  artikel kadang terburu-buru dan gagal membuat opini yang mencerahkan pembaca. Bahkan  ada yang  cenderung menghakimi satu pihak. Dan dalam etika jusrnalistik harus  ada perimbangan berita. Redaksi berkewaajiban memuat opini narasumber lain agar sudut pandang redaksi tidak berat sebelah. Mungkin inilah yang membuat gerah aparat berwenang dan pada akhirnnya berujung pada penarikan majalah yang sudah kadung beredar di masyarakat.

Tanggapan pun bermunculan atas ditariknya Lentera dari peredaran. Ada yang pro ada juga yang kontra. Namun setidaknya keberanian dan kerja keras anak-anak muda di UKSW ini patut diapresiasi. Takusah mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. Kita berkewajiban memberikan warisan fakta sejarah kepada anak cucu kita, bukan sebuah cerita rekayasa untuk kepentingan golongan tertentu. Tentu saja agar menjadi pelajaran berharga bagi semua anak bangsa untuk terus menjaga tetap tegaknya Indonesia tercinta. Mohon maaf kalau saya keliru.

 

Semarang, 21 Oktober 2015.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun