Mohon tunggu...
Muslihudin El Hasanudin
Muslihudin El Hasanudin Mohon Tunggu... jurnalis -

journalist and more

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hampir Saja Saya Termakan Rayuan Banci

28 November 2014   21:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:36 1972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_378897" align="aligncenter" width="500" caption="Gambar ilustrasi (hendrajay.blogspot.com)"][/caption]

Selepas Gelaran Kompasianival 2014 di TMII  saya dan kompasianer  Masluh Jamil bermalam di kawasan Benhil, Jakarta Pusat. Sebenarnya banyak tawaran tempat menginap   datang dari handai taulan  begitu tahu saya di Jakarta. Namun, di Benhil sepertinya lebih menarik. Di samping tempatnya nyaman, akses ke Stasiun Senen lebih mudah dan gampang. Kereta kami berangkat pkl 08.00 dari Stasiun Senen.

Pagi-pagi, selepas sarapan, kami pamit pada tuan rumah. Di depan sudah ada taksi yang menunggu.

“Silakan Pak?” Sang sopir taksi membukakan pintu  dengan sopan.

“Terima kasih Bang” saya membalas kebaikannya.

Beberapa menit bercakap-cakap,  saya tahu  dari logatnya  kalau  ia orang Jawa. Namanya Jaelani umur kira-kira 35 tahun. Perwakannya sedang, kulit agak gelap, dan rambut lurus model artis korea.  Ia mengaku berasal dari Tegal, Jawa Tengah.

Jaelani  banyak bercerita tentang suka dukanya menjadi sopir taksi di ibukota. Mulai dari naiknya harga BBM yang berakibat  sulitnya mencari penumpang, sampai pendapatan yang kadang  takcukup untuk membayar setoran. Yang paling paling menarik, cerita  pengalaman buruknya dirayu banci.

“ Gimana ceritanya tuh Mas” saya mulai tertarik.

“Kejadiannya di sini Mas. Di kawasan Senen ini” ia menunjuk taman dekat stasiun Senen yang tidak begitu ramai. Sejurus  kemudian  ia melanjutkan ceritanya.

“Awalnya dia naik taksi saya. Namanya JR. Orangnya sih cakep, berkumis. Ya kaya kebanyakan laki-laki. Tak terlihat kalau dia punya kelainan. Beberapa saat kemudian ia kok mulai aneh. Mulai pegang-pegang tubuh saya, sambil terus melancarkan rayuan” ungkap Jaelani.

“Trus, Sampeyan gimana Mas. Tertarik juga?” saya menyela.

“Ah nggak lah. Padahal dia mau ngasih saya uang 300 ribu. Asal saya mau melayani nafsu bejatnya. Tapi tetap saja saya ogah. Geli aja” lanjut Jaelani.

“Lah, yang penting bayar ongkos taksinya nggak dia?” tanya saya

“Ya, tetap bayar. Biasanya orang-orang kaya gitu  ngasihnya lebih lho. Di argo 70 ribu, mereka ngasihnya bisa 100 ribu” kata Jaelani.

Menurut Jaelani, orang-orang  seperti JR memiliki komunitas yang cukup solid di Jakarta. Mereka memiliki jadwal hang out setiap Senin dan Kamis di Kawasan Senen. Tidak hanya datang dari Jakarta, dari luar kota juga  banyak yang hadir seperti Bogor, Bandung, Tasik dan lain kota-kota lainnya. Menurut cerita Jaelani, kalau bertemu acaranya ya hanya minum-minum dan berbagi pengalaman saja.

“Lho Sampeyan kok tahu banyak tentang mereka. Jangan-jangan  sering bawa mereka juga?” tanya saya menyelidik.

“ Ya tidak terlalu seringlah” jawab Jaelani senyum-senyum.

Ngijo, 23 November 2014

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun