[caption id="attachment_378897" align="aligncenter" width="500" caption="Gambar ilustrasi (hendrajay.blogspot.com)"][/caption]
Selepas Gelaran Kompasianival 2014 di TMII saya dan kompasianer Masluh Jamil bermalam di kawasan Benhil, Jakarta Pusat. Sebenarnya banyak tawaran tempat menginap datang dari handai taulan begitu tahu saya di Jakarta. Namun, di Benhil sepertinya lebih menarik. Di samping tempatnya nyaman, akses ke Stasiun Senen lebih mudah dan gampang. Kereta kami berangkat pkl 08.00 dari Stasiun Senen.
Pagi-pagi, selepas sarapan, kami pamit pada tuan rumah. Di depan sudah ada taksi yang menunggu.
“Silakan Pak?” Sang sopir taksi membukakan pintu dengan sopan.
“Terima kasih Bang” saya membalas kebaikannya.
Beberapa menit bercakap-cakap, saya tahu dari logatnya kalau ia orang Jawa. Namanya Jaelani umur kira-kira 35 tahun. Perwakannya sedang, kulit agak gelap, dan rambut lurus model artis korea. Ia mengaku berasal dari Tegal, Jawa Tengah.
Jaelani banyak bercerita tentang suka dukanya menjadi sopir taksi di ibukota. Mulai dari naiknya harga BBM yang berakibat sulitnya mencari penumpang, sampai pendapatan yang kadang takcukup untuk membayar setoran. Yang paling paling menarik, cerita pengalaman buruknya dirayu banci.
“ Gimana ceritanya tuh Mas” saya mulai tertarik.
“Kejadiannya di sini Mas. Di kawasan Senen ini” ia menunjuk taman dekat stasiun Senen yang tidak begitu ramai. Sejurus kemudian ia melanjutkan ceritanya.
“Awalnya dia naik taksi saya. Namanya JR. Orangnya sih cakep, berkumis. Ya kaya kebanyakan laki-laki. Tak terlihat kalau dia punya kelainan. Beberapa saat kemudian ia kok mulai aneh. Mulai pegang-pegang tubuh saya, sambil terus melancarkan rayuan” ungkap Jaelani.
“Trus, Sampeyan gimana Mas. Tertarik juga?” saya menyela.
“Ah nggak lah. Padahal dia mau ngasih saya uang 300 ribu. Asal saya mau melayani nafsu bejatnya. Tapi tetap saja saya ogah. Geli aja” lanjut Jaelani.
“Lah, yang penting bayar ongkos taksinya nggak dia?” tanya saya
“Ya, tetap bayar. Biasanya orang-orang kaya gitu ngasihnya lebih lho. Di argo 70 ribu, mereka ngasihnya bisa 100 ribu” kata Jaelani.
Menurut Jaelani, orang-orang seperti JR memiliki komunitas yang cukup solid di Jakarta. Mereka memiliki jadwal hang out setiap Senin dan Kamis di Kawasan Senen. Tidak hanya datang dari Jakarta, dari luar kota juga banyak yang hadir seperti Bogor, Bandung, Tasik dan lain kota-kota lainnya. Menurut cerita Jaelani, kalau bertemu acaranya ya hanya minum-minum dan berbagi pengalaman saja.
“Lho Sampeyan kok tahu banyak tentang mereka. Jangan-jangan sering bawa mereka juga?” tanya saya menyelidik.
“ Ya tidak terlalu seringlah” jawab Jaelani senyum-senyum.
Ngijo, 23 November 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H