Mohon tunggu...
Muslihudin El Hasanudin
Muslihudin El Hasanudin Mohon Tunggu... jurnalis -

journalist and more

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Ngatmin, Pemulung yang (Pernah) Beristri Enam

5 Januari 2015   23:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:45 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14204492012026724177

[caption id="attachment_388692" align="aligncenter" width="560" caption="Ngatemin sang pemulung flamboyan (foto dindin)"][/caption]

Minggu pagi yang cerah. Seperti biasa di hari libur saya bersih-bersih rumah, mencuci kendaraan, dan menyapu halaman. Hehe…  lebih tepatnya menyapu jalan gang yang jadi halaman. Maklum rumah tipe L, ketemunya Lu lagi Lu Lagi.

Saat saya asyik menyapu sekonyong-konyong datang lelaki tua dengan motor membonceng keranjang usang.

"Badhe pados rosok Mas. Wonten mboten?" tanyanya dengan mata menyelidik sekitar rumah.

" Sepertinya banyak Pak. Coba cari saja" jawab saya menunjuk tumpukan perabot takterpakai di samping rumah.

Dalam sekejap berbagai barang  takterpakai, mulai dari mobil-mobilan, pintu kamar mandi, dan besi-besi tua berhasil dia kumpulkan. Dia tampak senang dapat banyak barang bernilai ekonomis di awal-awal kerjanya.

“Sudah lama kerja cari rosok Pak?” saya bertanya lebih jauh

“Ya baru lima bulanan. Daripada n ganggur di rumah. Istri nyuruh saya  cari kegiatan. Ya akhirnya cari-cari rosok kaya gini. Lumayan untuk tambahan beli beras. Jaman susah Mas” jawabnya.

“Lha. Memangnya anak-anak ndak ada yang bantu Pak?” saya menyelidik

“Saya tidak bisa berharap banyak dari anak Mas. Anak saya dari istri pertama dua.  Yang satu  sekarang malah tidak bisa saya atur. Sakkarepe dhewe. Iistrinya  dua. Ekonominya juga takbegitu baik.  Anak saya yang kedua malah  nikah sebelum lulus SMA. Saya juga gelo. Lah wong calon suaminya saya suruh nunggu dia lulus nggak mau. Ya sudah saya nikahkan. Suaminya juga kerjanya nggak jelas. Kadang suka  mabuk-mabukan. Itu akibatnya saya tidak mendampingi dia. Dia hidup hanya bersama ibunya. Anak saya dari sitri yang lain juga jauh, di Sumatera sana. Saya sudah lama tidak tahu kabarnya” ceritanya

“Lhah memangnya istri Sampeyan berapa?”

“ Hehe.. Elek-elek gini istri saya enam  Mas. Tetapi yang sekarang istri sah dua” ia tersenyum .

Saya tertegun. Bisa-bisanya ia memperdaya perempuan-perempuan jadi istrinya. Tampang tidak cakep juga. Karir dan pekerjaan apalagi. Sungguh nekad neh orang.

Pria  tua yang belakangan mengaku bernama Ngatmin  ini   bercerita   dulu pernah merantau puluhan tahun  ke Muara Bungo, daerah dekat Jambi. Petualangannya  itu membuat  ia bertemu dan menikah dengan banyak wanita.

Kini di masa tuanya ia memilih kembali ke kampung halamannya dan   menikah dengan  seorang perempuan  yang juga sama-sama berusia senja .”Saya sudah tobat Mas. Saya mau hidup  tenang. Seadanya saja” pungkasnya.

Bukan hanya sekali ini saya menemui orang-orang nekad seperti Pak Ngatmin. Justru banyak orang dengan ekonomi yang pas-pasan nekad melakukan poligami.  Sungguh keputusan yang keliru. Bukankah banyak kewajiban  yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan poligami? Termasuk memberi nafkah dan pendidikan yang layak bagi anak-anak yang lahir dari pernihakan itu? Jika nekad,  ya  nasibnya seperti  keluarga  Pak Ngatmin  yang saya temui di Minggu pagi yang cerah ini.

Ngijo, 4 Januari 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun