“ Hehe.. Elek-elek gini istri saya enam Mas. Tetapi yang sekarang istri sah dua” ia tersenyum .
Saya tertegun. Bisa-bisanya ia memperdaya perempuan-perempuan jadi istrinya. Tampang tidak cakep juga. Karir dan pekerjaan apalagi. Sungguh nekad neh orang.
Pria tua yang belakangan mengaku bernama Ngatmin ini bercerita dulu pernah merantau puluhan tahun ke Muara Bungo, daerah dekat Jambi. Petualangannya itu membuat ia bertemu dan menikah dengan banyak wanita.
Kini di masa tuanya ia memilih kembali ke kampung halamannya dan menikah dengan seorang perempuan yang juga sama-sama berusia senja .”Saya sudah tobat Mas. Saya mau hidup tenang. Seadanya saja” pungkasnya.
Bukan hanya sekali ini saya menemui orang-orang nekad seperti Pak Ngatmin. Justru banyak orang dengan ekonomi yang pas-pasan nekad melakukan poligami. Sungguh keputusan yang keliru. Bukankah banyak kewajiban yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan poligami? Termasuk memberi nafkah dan pendidikan yang layak bagi anak-anak yang lahir dari pernihakan itu? Jika nekad, ya nasibnya seperti keluarga Pak Ngatmin yang saya temui di Minggu pagi yang cerah ini.
Ngijo, 4 Januari 2015