Membersihkan diri dengan bertaubat kepada Allah setiap saat, adalah suatu keniscayaan yang luhur. Rasul saw mencontohkan hal taubat ini dengan sunnahnya yang gamblang. Setiap hari beliau tidak kurang dari seratus kali beristighfar, minta ampun kepada Tuhan walaupun beliau dijamin kesucian hati dan kemaksuman dirinya.Â
Beliau tidak henti-hentinya bangun malam bertahajjud untuk menjaga kesucian ruhaninya. Beliau adalah contoh teladan membiasakan tata cara yang baik dalam kehidupan.
Ada tindak laku dosa yang tidak kita akui dan tidak sempat ditaubati, terus menerus kita lakukan, yang akhirnya menjadi kebiasaan. Kemudian kita memberikan justifikasi terhadap dosa-dosa itu. Akhirnya apa? Kita menganggapnya tidak lagi sebagai sebuah dosa. Konsekwensinya, tidak akan ada perasaan bersalah pada diri kita. Dan pada gilirannya tidak ada keinginan untuk mengakui kesalahan itu, apalagi bertaubat.Â
Karena itu saat kita mati nanti dosa-dosa itu masih mengotori diri kita. Dosa-dosa itu belum dibersihkan dengan taubat. Pembenaran yang dilakukan karena menganggap dosa itu kecil, dan terbiasa. Dosa  kecil yang terbiasa dilakukan itu luput ditaubati, itulah kebiasaan (Jalaluddid Rahmat). Begitu saja, mengatakannya lebih mudah daripada melaksanakan.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H