Mohon tunggu...
Muslifa Aseani
Muslifa Aseani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Momblogger Lombok

www.muslifaaseani.com | Tim Admin KOLOM | Tim Admin Rinjani Fans Club

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Fakta Kelabu dan Harapan Positif di Tiga Tahun Bank Tanah Nasional

26 Januari 2025   17:33 Diperbarui: 26 Januari 2025   17:33 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya berharap, angle foto ini tetap miliki rimbun pohon, tinimbang 'rimbun' tembok bata. Satu sore di kaki Gunung Rinjani. Dokpri

...Bank Tanah bertanggung jawab kepada Presiden melalui Komite yang diberi kewenangan khusus untuk menjamin ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi keadilan...

Mengapa menyoal sisi kebahasaaan dari 'sui generis'? 

Menurut saya, sosialisasi terkait lembaga unik baru ini, tentu dengan menggaris_bawahi setebal-tebalnya, dengan bagaimana tujuan terbentuknya lembaga ini berjalan dengan baik. Misal..:

Pertama, kalimat ideal 'Kepastian hak atas tanah bagi masyarakat', akan sangat baik jika dimunculkan penyelesaian dari kasus salah satu selebritas tanah air, mbak Nirina Zubir. Kasus mafia tanah yang menimpa Nirina, lalu terselesaikan dengan kembalinya kepemilikan sahnya atas rumah dan lahannya yang diperjual-belikan secara sepihak oleh mantan ARTnya, akan menjadi indikator ideal dari berjalannya fungsi lembaga unik ini.

Kedua, terjaminnya kepercayaan investor dari tujuan berikutnya -- 'Kepastian hak atas tanah bagi investor', baik pihak pemilik maupun penyewa lahan. Contoh kasus untuk kalimat ini, yang relatif linear, agar tak ada lagi pihak penyewa lahan yang semena-mena menggadaikan sertifikat hak milik dari pemilik lahan asli. Ah ia, saya kan awam ya. Jadi, pasti susah dimengerti pula oleh sesama saya yang awam, bagaimana bisa seorang penyewa lantas menggadaikan sertifikat hak milik dari pemilik asli lahan yang disewanya. Tapi, kalau misal saya yang jadi penyewa, uhhuy, lumayan banget;sudahlah punya sekian luas satu lahan, tanah atau properti tertentu, eh, bisa pula saya gadaikan. Ibarat kata, lahan bisa saya persewakan kembali, eh, dapat fulus kedua dari menggadaikan sertifikat..:D

Tampak di ujung, bundaran Giri Menang di Lombok Barat. Simpang 5-nya Lombok, titik paling sering dilewati wisatawan. Dokpri
Tampak di ujung, bundaran Giri Menang di Lombok Barat. Simpang 5-nya Lombok, titik paling sering dilewati wisatawan. Dokpri

Ketiga, frase ketiga yang hendak saya kutip, 'Ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi keadilan'. Untuk ini, rasanya baik jika mendasarkannya pada beberapa aturan dasar negara kita. Di antaranya, kita mulai dengan pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Lalu adapula kalimat ke-5 Pancasila, 'Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia'. Masih ada juga:

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Penguasaan tanah oleh negara bertujuan untuk mencapai kemakmuran rakyat.
Berikut adalah beberapa peraturan yang mengatur tentang lahan yang dikuasai negara:
# Pasal 2 UU 51/Prp/1960 yang melarang penggunaan tanah tanpa izin yang sah
# Pasal 29 UUPA yang mengatur hak guna usaha (HGU) untuk mengusahakan tanah yang dikuasai negara
# Pasal 36 ayat (1) UUPA yang mengatur hak guna bangunan (HGB)
# Pasal 27 UUPA yang mengatur tentang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar

Hendaknya, takaran 'ekonomi keadilan' yang dimaksud, terangkum dalam batasan-batasan dari dasar-dasar tersebut di atas. Berikutnya, rasanya pantas juga jika kemudian -- bisa dibilang mewakili sesama masyarakat awam, saya menuangkan sedikit gagasan terkait harapan-harapan positif dengan keberadaan Badan Bank Tanah.

Harapan Positif Atas Eksisnya Bank Tanah

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun