Masih dengan nada tinggi, "Karena aku lebih suka membacanya di sini! Lagipula, kamu tidak akan pernah mengerti nilai sebuah buku."
"Wahai cewek kutu buku yang tidak punya hidup di luar perpustakaan...Aku, Gagah, mau buku ini! Sekarang!"
Tanpa bisa Gadis cegah, novel klasik kembali berpindah.Â
Apa? Gagah? Gagah sang juara sekolah? Cowok yang setiap hari ia dengar setiap melewati bisik-bisik sekelompok teman ceweknya. Gagah yang itu?...
Ibu Sri, penanggung jawab perpustakaan, mendengar ribut-ribut mereka. Dengan senyum bijaksana, ia menghampiri. "Apa yang terjadi di sini, anak-anak?"
Gadis dan Gagah saling melirik sebelum Gadis menjelaskan dengan penuh emosi. Ibu Sri mendengarkan dengan seksama, lalu berkata, "Setiap orang memiliki cara berbeda dalam menghargai buku. Gagah, kamu perlu lebih menghargai tempat ini dan semua usaha Gadis. Gadis, kamu juga harus memahami bahwa tidak semua orang memiliki minat yang sama. Kita bisa saling belajar."
Mendengar itu, Gagah merasa tersentuh. Ia jarang diajarkan untuk menghargai sesuatu yang di luar ambisinya. Gadis, di sisi lain, mulai menyadari bahwa Gagah juga memiliki pandangan yang berbeda meski mereka berlawanan. Meski baginya tetap terasa aneh, memaksa meminjam buku koleksi khusus yang hanya boleh dibaca di tempat.
***
Hari-hari berlalu, dan tanpa disadari, mereka mulai bertukar pandangan. Gagah sesekali mampir ke perpustakaan bukan hanya untuk meminjam buku, tetapi juga untuk berdiskusi dengan Gadis. Dia mulai memahami betapa mendalamnya dunia yang dihadapi Gadis. Dalam waktu bersamaan, Gadis melihat sisi lain Gagah yang tak pernah ia duga, seorang pemuda yang cerdas dan berambisi, namun juga membutuhkan bimbingan.
Mereka berdua sering kali terlibat perdebatan. Gadis menjelaskan makna dari setiap karakter dalam novel yang dibacanya, sementara Gagah menunjukkan cara menulis dengan teknik yang lebih baik. Ketika mereka berdebat, Ibu Sri selalu ada di samping, membantu menengahi dan memberikan pandangan yang seimbang.
"Gagah, kamu tahu tidak? Mungkin kamu bisa membuat buku sendiri suatu saat nanti," Gadis mengatakan suatu hari, senyumnya lebar.