Ibu bilang, Â meski sadar ia tengah bermimpi, ia merasakan pula gelenyar rasa indah di hati si pemuda dan Puteri Raja. Â Semuanya berulang di tiga mimpi! Rasa yang kemudianl menuntunnya, Â benar-benar menuliskan kisah si gelang rumput, Â dalam sekali duduk.
"Seperti si Puteri Raja, Â wajah ibu juga memanas. Â Perasaan ibu melayang. Â Ibu juga mendadak sedih, Â ketika para ibu dayang, Â menggeret Puteri Raja, Â kembali ke tenda. Â Di mimpi itu, Â sang pemuda mencegat puteri, Â saat hendak turut hadir di acara rapat kerajaan. Â Rapat yang gagal ia hadiri, karena, di detik gelang rumput melingkari pergelangan tangan kanannya, Â segenap hidupnya sudah jadi milik si pemuda gagah.. "
"Sebentar. Berarti si pemuda ini, Â yang namanya Arya Banjar Getas itu? " Aku menyela, Â sepenuhnya kini turut menunggu akhir kisah cinta seorang pemuda gagah dan sang puteri.
"Iya."
***
Geletar cinta sang Puteri Raja, Â tak pernah sampai. Segera setelah sampai di istana, Â tinggi tembok dan sekian lapis 'orang pintar' di sekeliling Ayahanda Raja, Â menghentikan pertemuan kedua. Rindu dendam sang puteri cantik jelita, Â terperangkap di balik kelambu, di basah pengganjal kepala yang dibungkus sutera terhalus. Rindu dendam yang menguap di udara, Â mungkin sampai di hati si pemuda, namun mustahil menjadi pelepas dahaga.
"Ibu tergugu, Â saat benar-benar terdiam setelah menuliskan tanda 'titik' terakhir. Â Dada ibu sakit. Â Seperti saat jatuh cinta, Â rasa sakit ketika cinta itu tak sampai, Â kembali menggumpal keras bak batu. Gelang rumput direbut paksa, Â dikurung dalam satu kotak. Juga mengurung cinta yang terperangkap di dalamnya. Satu hal, Â segera setelah kisah mereka ibu tuliskan, Â mimpi ibu juga berhenti... "
*Padangbai Bali, Â 6 Juli 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H