Mohon tunggu...
Muslifa Aseani
Muslifa Aseani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Momblogger Lombok

www.muslifaaseani.com | Tim Admin KOLOM | Tim Admin Rinjani Fans Club

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Kumcer Ibu: Mimpi

6 Juli 2022   14:14 Diperbarui: 6 Juli 2022   14:19 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gelang bercahaya. Cred. Lazada/grosir-perlengkapan-murah

Arya Banjar Getas. Begitu ibu menyebutkan namanya.  Nada suara ibu saat mengeja nama itu,  pernah kudengar saat ia mengucapkan nama lengkap adikku, sembari bersitatap dengan ayah.  Ada alunan yang bergetar halus,  mengambang di udara,  sekaligus juga ketegasan sempurna - mungkin agar nama tersebut sungguh sungguh terpatri dalam hati. Semua rasa yang kemudian dibungkus satu perasaan paripurna,  bernama CINTA.

"Tadinya ibu mengabaikan mimpi itu.  Pasti bunga tidur lagi.  Tak penting.. "

Ibu menengadah,  menggantung kalimat.

"Lalu,  ada yang kemudian mengganjal. Pekerjaan rutin ibu gagal selesai seperti biasa. Segala hal jadi terasa mengganggu. Ibu mengalah. Ibu ambil kertas dan pulpen,  dan mulai menulis.. "

Wajah ibu menjadi cerah. Sepasang manik matanya yang hitam,  seolah terkepung sinar putih pertama menyilaukan,  dari matahari yang terbit di pagi yang cerah.

"Setiap kata,  menjadi kalimat,  melengkap pada paragraf,  seolah repihan batu. Perlahan luruh. Ganjalan di hati dan otak ibu,  mengurai... "

Arya Banjar Getas,  mengangsurkan gelang rumput,  memasangkannya di pergelangan tangan sang Puteri Raja.  Putih dengan rona kemerahan,  warna kulit yang tak pernah benar-benar terpanggang terik matahari.  Lembab sempurna dijaga kelembutan susu segar,  di setiap acara mandi yang menyenangkan.

Gelang rumput,  memendar,  bak pijar matahari di ambang petang.  Merah bercampur nila,  berserabut oranye tipis.   Geletar rasa bahagia,  seperti mentari yang telah usai lakukan kewajiban sinari bumi sehari penuh. Sinar pada gelang rumput adalah geletar rasa si pemuda pada gadis pujaannya.  Puteri Raja nan cantik jelita.  Luluh mereka berdua pada gemerlap rasa,  dihantarkan gelang rumput,  memerangkap lewat detuk nadi di pergelangan tangan. Detik berikutnya,  saling membakar panas,  pada berbalasan tatap si pemuda dan puteri.

***

"Suatu hari nanti,  kamu mungkin akan merasakannya juga. Rasa jatuh cinta.  Tak peduli siapa memaksa siapa,  siapa dipaksa siapa,  pada akhirnya memang cinta bisa mengubur dua hati.  Tanpa logika. Kerap tak bisa dipikirkan normal... "

Ibu bilang,  meski sadar ia tengah bermimpi, ia merasakan pula gelenyar rasa indah di hati si pemuda dan Puteri Raja.  Semuanya berulang di tiga mimpi! Rasa yang kemudianl menuntunnya,  benar-benar menuliskan kisah si gelang rumput,  dalam sekali duduk.

"Seperti si Puteri Raja,  wajah ibu juga memanas.  Perasaan ibu melayang.  Ibu juga mendadak sedih,  ketika para ibu dayang,  menggeret Puteri Raja,  kembali ke tenda.  Di mimpi itu,  sang pemuda mencegat puteri,  saat hendak turut hadir di acara rapat kerajaan.  Rapat yang gagal ia hadiri, karena, di detik gelang rumput melingkari pergelangan tangan kanannya,  segenap hidupnya sudah jadi milik si pemuda gagah.. "

"Sebentar. Berarti si pemuda ini,  yang namanya Arya Banjar Getas itu? " Aku menyela,  sepenuhnya kini turut menunggu akhir kisah cinta seorang pemuda gagah dan sang puteri.

"Iya."

***

Geletar cinta sang Puteri Raja,  tak pernah sampai. Segera setelah sampai di istana,  tinggi tembok dan sekian lapis 'orang pintar' di sekeliling Ayahanda Raja,  menghentikan pertemuan kedua. Rindu dendam sang puteri cantik jelita,  terperangkap di balik kelambu, di basah pengganjal kepala yang dibungkus sutera terhalus. Rindu dendam yang menguap di udara,  mungkin sampai di hati si pemuda, namun mustahil menjadi pelepas dahaga.

"Ibu tergugu,  saat benar-benar terdiam setelah menuliskan tanda 'titik' terakhir.  Dada ibu sakit.  Seperti saat jatuh cinta,  rasa sakit ketika cinta itu tak sampai,  kembali menggumpal keras bak batu. Gelang rumput direbut paksa,  dikurung dalam satu kotak. Juga mengurung cinta yang terperangkap di dalamnya. Satu hal,  segera setelah kisah mereka ibu tuliskan,  mimpi ibu juga berhenti... "

*Padangbai Bali,  6 Juli 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun