Hidung bangirnya mungil, payungi bibir serupa kelopak mawar. Bingkai alis tebal pun hitam, sempurna di padu padan manik coklat besar pun lentik bulu mata, tak butuh pemulas agar memekat hitam. Kulit seputih susu, gadis bergelang tali bukan bidadari.
Urai rambut halusnya tak pernah benar-benar sentuh canang. Pun dua dupa wangi berujung merah meletik. Takjim katupkan tangan di dahi. Dua lengan putih pembatas, mayang hitam panjang-mahkota si gadis terjaga dari ujung dupa.
Brokat hitam dan merah berkembang, kain Sidemen senada, lekati sosoknya yang semampai. Berlengan panjang pun pendek, gelang Tridatu erati ujung lengan kanannya. Aku seringkali sesatkan diri, saling menatap, di merah, hitam dan putih. Merah hatiku terpikat surgawi raganya. Hitam asaku yang tertitip, hanya di kata-kata. Putih kasih pun cintaku, harapku berujung di satu bilik hatinya,
Gadis bergelang tali. Tunggu aku. Segala kasih dan cinta akan kukatakan keras-keras didepanmu. Tepat di gendang dan empat bilik hati. Nanti. Ketika kasih dan cinta tak ada kenal agama, suku dan bahasa. Atas kasih dan cinta, inginku padamu, semata tentang rasa.
Wahai Arin, untuk kasih dan cinta kita, bolehkah sesekali kau ceritakan: pada apa ia berdasar?
*Meninting 1 Maret
Rangkaian Puisi ARIN, rupa-rupa kisah manusia, tentang sayang dan cinta. Tentang Rasa;
#Arin2018: #1Â | #2 |Â #3 | #4 | #5 | #6
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H