Mohon tunggu...
Muslifa Aseani
Muslifa Aseani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Momblogger Lombok

www.muslifaaseani.com | Tim Admin KOLOM | Tim Admin Rinjani Fans Club

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Bulan Kemerdekaan RTC] Hidup? Mati

18 Agustus 2016   12:07 Diperbarui: 18 Agustus 2016   12:25 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri, karnaval 17an di Selong Lombok Timur.

Saat fajar, biru samar Tambora masih selalu menyentuh hatimu. Namun mentari yang gegasnya bersisian dengan waktu, cepat hapus biru samar.

***

“Bunda, pagi ini aku harus hadiri upacara pengibaran bendera di Jakarta. Aku akan temani Bunda di makan siang nanti..”

BB-8 munculkan layar raksasa di salah satu dinding ruang tidurmu. Robot kecil yang temani keseharianmu. Putrimu tampak mematut-matutkan diri di cermin ruang tidurnya. Kebaya broken white dan songket emas motif keker dengan bunga pink samar serta selendang merah terang. Keanggunan perempuan yang sering gagal kamu lakukan di usia yang sama. Dulu. Kamu lebih menyukai celana lapangan dan kemeja flannel lusuh. Berhitung jejak di sekian puncak yang kamu raih sebelum usiamu genap separuh abad.

Kamu merasa tak perlu menjawab. Pesan langsung putrimu lebih mirip perintah. Satu bip samar pecahkan keheningan. Layar raksasa berganti gambar. Satu helitto dengan satu boks dibawahnya tampak menunggu di halaman depan. Tanpa menunggu, BB-8 melayang pergi. Pencet beberapa tombol, tubuhmu bergerak ke kursi roda dan ikut melayang seperti BB-8.

Paket sarapan lengkap. Semua menu favoritmu dari ujung Sabang sampai Merauke telah disiapkan putri sulungmu. Paket permintaan maaf, tak bisa temani sarapan di pagi seabad kemerdekaan. Dalam diam, kursimu melayang sendoki sesuap kupat opor ayam. Seujung sendok nasi kuning dan abon daging sapi segar. BB-8 munculkan lagi layar raksasa. Rekaman video langsung dari penjuru negeri. Satu settingan khusus membuatnya hanya tayangkan pengibaran dari puncak-puncak gunung se-Indonesia. Masih empat jam lagi. Sepuluh detik ketika lagu Indonesia Raya berkumandang syahdu, iringi kibar bendera pusaka Sang Merah Putih. Sekian menit ketukan kaki dan derap langkah seragam pasukan pengibar bendera. Belum satu pun generasimu berada di barisan tersebut. Mungkin salah seorang cucumu. Tinggi badannya telah diset sejak ia masih berbentuk embrio. Namun otak dan kreasinya membuatnya menjadi teladan di sekolah menengah, satu dari banyak syarat khusus ia bisa mampu masuk di barisan pengibar bendera.

“Seandainya kamu bisa makan BB-8, semua masakan ini pasti akan jadi lebih sedap karena kamu temani bersantap. Sayang, jiwaku terlalu lelah hadiri perayaan di kampung. Terlalu banyak pertanyaan yang tak bisa kujawab,” di sela kunyah, kamu berbincang sendiri.

Sesekali mulutmu melebar dan sepasang matamu menghangat, perjuangan para peraih hadiah dari pokok-pokok pinang hitam pekat tak lekang di seabad berselang.

Bip samar terdengar, layar berganti kembali.

“Bunda, lihat, aku masih boleh keluarkan gadget. Rombongan presiden masih belum hadir. Perhatikan, banyak kebaya yang kenakan songket Lombok. Bunda bisa dengar lagu-lagu nasional yang didendangkan? Di sini setiap yang hadir ikut bersemangat. Ah, untung aku ingat. Terima kasih Bundaku cantik. Membuatku berada di sini, tepat di seabad Indonesia merdeka.”

Sisanya, rekaman deretan tamu yang hadir di Istana Negara. Putri sulungmu memastikan beberapa kain tradisional yang dikenakan ibu-ibu berkebaya jelas terekam.  Kemudian zoom sesaat di panggung kehormatan yang tampak masih kosong. Satu peti di atas meja pualam terlihat jelas. Kamu meletakkan sendok. Binar matamu berbaur saput air tipis. Tiga masa dari seperempat abad usiamu tak pernah bisa hadir langsung di tempat tersebut. Undangan terakhir yang kamu abaikan, terkalahkan operasi mendadak di jantungmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun