[caption caption="DokPri: Ujung Kemarau di desa Kempo Dmpu NTB."][/caption]Baiq terpisahkan paksa dengan keluarga kandung ibunya sendiri. Mengapa?
(Epilog Aluy 29)
“Kamu tidurlah dulu. Terimakasih telah menemaniku semalaman begini.”
“Tak masalah kak. Aku ingin memastikan kak Putri baik-baik saja.”
“Aku masih tak baik, tapi kamu juga harus tidur. Kan ada mas Bagas.”
“Yakin tak ada lagi yang kak Putri tanyakan?”
“Aku tak bisa mengingat harus tanyakan apa lagi. Dan aku juga tak yakin apa Lebaran nanti harus ke sini lagi…”
“Aku tak tahu harus bilang apa… Tapi aku yakin, keluarga besar kak Putri lainnya pasti masih mengharapkan kedatangan kak Putri sekeluarga. Atau mungkin keluarga Galih? Pertemuan pertama?”
“Aku tak tahu Ran,” bahuku luruh lagi. Tanpa isak, pipiku kembali menganak sungai.
“Sssshhhh,” lirih Ranti berusaha menenangkanku. Tak tertolak, kepalaku tenggelam di pelukan hangatnya. Di sisi kanan, mas Bagas usap-usap punggungku.
Aliran kehangatan dua orang terdekatku, saat ini, menjenakkan tubuh dan hatiku dari luka. Aku tak tahu kapan Ranti beranjak ke kamarnya. Ketika akhirnya berkemas untuk pulang dan terbang ke Jogja keesokan paginya, cerita-cerita tak terkatakan, terbilang pada tatapan dan pelukan hangat. Aku semakin yakin, Ranti akan selalu ada untukku. Dalam sakit. Dalam bahagia.