'Semoga ayahanda Raja bisa menjawab, mengapa gelang sederhana ini bisa bersinar begitu terang. Dan ah, siapa gerangan pemuda itu? Apa emban Mraja Galih mau mencari tahu untukku?'
Lale Dewi Anjani, satu dari banyak keluarga kerajaan di tanah Lombok, sedang bersama keluarga besar mereka di Aula Pertemuan di dese Seleparang. Pertemuan rutin tahunan, menjaga kesepakatan wilayah masing-masing kerajaan. Bertukar sepakat, apa yang dilakukan jika kerajaan tanah seberang akhirnya masuk ke Lombok, melebarkan sayap kuasa mereka. Di pertemuan lebih kecil, para raja dan ibu suri bertemu cakap, puteri ini dengan pangeran itu apakah pantas berjodoh.Â
Beberapa pokok pohon Kemiri dan Kemenyan tumbuh rapi di batas tanah tempat aula berada. Juga empat beringin penanda utama empat arah angin, sekaligus membuat lebih mudah mengerti arah kiblat. Kemah-kemah keluarga kerajaan didirikan di luar barisan pohon-pohon ini. Meski terik, aliran oksigen dari rimbun dedaunan tiga pohon besar menyamankan setiap penghuni tenda.
Tiga pukulan gong terdengar ke segenap penjuru. Isyarat berkumpul, saatnya begibung, makan siang bersama.
Agak malas Dewi Anjani beranjak, namun harapan bisa bertemu kembali dengan si pemuda pemberi gelang membuatnya bergegas.
"""
Zeth-88 beranjak ke peraduan dengan pikiran dan perasaan masygul kental. Disetnya peraduannya di setelan efek rasa nyaman maksimal. Sekian jam ke depan, harus ditemukannya lebih banyak info. Kegagalan dalam tugas hanya tinggalkan rekam merah di memori hidupnya. Jatah rekam merahnya tersisa dua, atau ia harus habiskan sisa hidup di daratan bawah. Hidup tanpa dukungan mesin. Hidup yang hanya sisakan lelah tak berkesudahan.
*Selong 23 Nopember
*Foto Dokumen Pribadi
Glossary: