Mohon tunggu...
Mustafa Ismail
Mustafa Ismail Mohon Tunggu... Editor - Penulis dan pegiat kebudayaan

Penulis, editor, pegiat kebudayaan dan pemangku blog: ruangmi.my.id | X/IG @moesismail

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Romantika Festival Sastra Bengkulu yang Kini Layu

1 Oktober 2024   07:07 Diperbarui: 1 Oktober 2024   08:19 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami memang bagi tugas. Willy Ana membuka jaringan ke Bengkulu, dan saya membuka jaringan di Jakarta, termasuk menjajaki kemungkinan kerjasama dengan sejumlah pihak, sponsor swasta dan lembaga pemerintah. Iwank ikut bergerak membuka jaringan yang dia punya.

Saya juga mengenalkan Willy kepada banyak orang, termasuk para sastrawan senior, demi membuka jaringan. Sebab, kami akan bekerjasama dan/atau mengundang mereka. Selanjutnya, kami mengajak penyair Pilo Poly untuk ikut membantu.

Jadi ada kalanya kami bertiga dengan Pilo Poly, misalnya untuk sosisalisasi pada sebuah acara warga Bengkulu di Jakarta yang dihadiri oleh Sekda Prov Bengkulu. Lain waktu, kami bertiga dengan Iwank. Sesekali kami berempat sekaligus.

Namun paling sering hanya saya dan Willy Ana yang duduk dari satu warung kopi ke warung kopi lain untuk bisa buka laptop demi menyiapkan kebutuhan acara. Mulai dari bikin surat, mendesain proposal yang menarik, bikin poster, materi publikasi, skenario acara, memilih tim kurator, hingga mendiskusikan pembentukan tim panitia lokal di Bengkulu.

Tim kurator FSB 2018 adalah Ahmadun Y Herfanda, Iwan Kurniawan, dan saya. Kala itu kami menerbitkan buku puisi “Jejak Cinta di Bumi Raflesia”. Buku itu berisi puisi penyair Indonesia dan negeri tetangga. Tema puisi tentang Fatmawati dan Sukarno. Semua kami siapkan dari Jakarta. Saya mengerjakan sendiri layout buku, mendesain sampul, dan membawanya ke percetakan di Mega Mall Ciputat.

Kami memang membentuk tim panitia lokal di Bengkulu, namun tak berjalan maksimal. Singkat cerita, setelah diwarnai berbagai ketegangan -- kadang perdebatan panas karena berbeda pendapat dan cara pandang -- FSB 2018 terselenggara pada 13-15 Juli 2018. Acara itu menghadirkan sejumlah nama penting, termasuk Sutardji Calzoum Bachri. Ada pula peserta dari Singapura, yakni Rohani Dien.

Acara berlangsung meriah. Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah menjamu sastrawan dan membuka acara di Pendopo Gubernur. Gubernur memukul gong bersama Sutardji Calzoum Bachri, Willy Ana, dan tokoh Bengkulu lainnya. Willy Ana juga berpidato sebagai ketua panitia dengan memakai pakaian adat Bengkulu. Willy Ana jadi bintang dan sorot lampu kamera wartawan berbagai media malam itu.

Esoknya, acara dilanjutkan dengan seminar dan baca puisi. Lalu hari ketiga, acara ditutup di kebun teh Kepahiyang difasilitasi oleh Bupati Kepahiyang. Bupati --- yang merupakan teman ayah dari Iwan Kurniawan – juga menjamu para sastrawan makan siang seusai penutupan di tengah-tengah kebun teh di daerah sejuk itu.

Tapi tak ada yang tahu,  di sela-sela kemeriahan itu kami (saya, Willy Ana, dan Iwank) bisik-bisik bagaimana membayar honor pembicara. Sebab, ada di antara mereka harus pulang sore itu ke Jakarta. Akhirnya, kami sepakati patungan. Maka, honor dua pembicara itu baru kami bayarkan dalam perjalanan mengantar mereka ke bandara.

Kami tongpes alias kantong kempes blas setelah selesai acara itu. Bahkan, untuk tiket pesawat pulang dari Bengkulu ke Jakarta pun kami tidak punya uang. Kenapa begitu? Uang dari sponsor di Bengkulu tidak masuk ke kas kami. Tapi ditahan oleh oknum seniman yang menjadi panitia lokal. Kami hanya pegang sponsor Djarum Foundation. Adapun Pemprov Bengkulu banyak membantu dalam bentuk fasilitas.

Untung ada seorang teman penyair (Mezra E Pellondou) – peserta dari NTT - berbaik hati membantu. Kami sangat bersyukur dan berterima kasih atas bantuan itu. Karena tidak cukup membeli tiket pesawat bertiga  (saya, Willy Ana, dan Pilo Poly), kami memutuskan naik bus dari Bengkulu ke Jakarta. Sementara Iwank masih tinggal di Bengkulu karena masa cutinya belum habis. Kami diantar Iwank ke sebuah pol bis di Bengkulu. Sungguh tak terbayangkan, pergi naik pesawat dan pulang naik bus. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun