Mohon tunggu...
Mushollih Abdul Gofar
Mushollih Abdul Gofar Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Alumnus Universitas Al-Azhar Kairo, program studi Syariah Islamiah, Pusat Kajian Ekonomi Islam (PAKEIS) Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) organisasi wilayah Kairo. Mahasiswa program magister ilmu Al-Qur’an dan tafsir di universitas Perguruan Tinggi Ilmu AlQur’an (PTIQ) yang tergabung dalam program pendidikan kaderisasi ulama masjid istiqlal (PKUMI)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Menganggap Allah Lalai atas Rezekimu

13 Agustus 2024   17:00 Diperbarui: 13 Agustus 2024   17:29 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Delapan, kita perlu melatih diri untuk selalu berbuat baik kepada sesama. Berbuat baik tidak hanya akan membawa kebaikan bagi orang lain, tetapi juga akan membawa ketenangan dan kebahagiaan bagi diri kita sendiri. Lebih dari itu, berbuat baik adalah salah satu bentuk syukur atas nikmat yang telah Allah berikan kepada kita.

Kesembilan, kita perlu belajar untuk melepaskan diri dari ketergantungan berlebihan terhadap dunia. Ini tidak berarti kita harus meninggalkan urusan dunia sama sekali, tetapi lebih pada menempatkan dunia pada porsi yang seharusnya. Ingatlah bahwa dunia hanyalah sarana, bukan tujuan. Tujuan utama kita adalah mencari ridha Allah dan kebahagiaan di akhirat.

Kesepuluh, kita perlu selalu memohon petunjuk dan pertolongan Allah. Sadari bahwa tanpa pertolongan-Nya, kita tidak akan mampu menjalankan kewajiban kita dengan baik. Oleh karena itu, perbanyaklah doa dan istighfar. Mintalah kepada Allah agar selalu diberikan kekuatan dan keteguhan dalam menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Dengan menerapkan langkah-langkah di atas, insya Allah kita akan dapat mengatasi kelalaian kita dan semakin mendekatkan diri kepada Allah. Kita akan semakin menyadari bahwa Allah tidak pernah lalai atas rezeki kita, dan bahwa setiap kejadian dalam hidup kita adalah bagian dari rencana-Nya yang sempurna.

Dalam konteks yang lebih luas, ungkapan ini juga mengajarkan kita tentang keseimbangan antara ikhtiar (usaha) dan tawakkal (berserah diri kepada Allah). Kita diperintahkan untuk berusaha semaksimal mungkin dalam mencari rezeki dan menjalani kehidupan, namun pada saat yang sama kita juga harus menyerahkan hasilnya kepada Allah. Inilah esensi dari tawakkal yang sebenarnya.

Lebih jauh lagi, ungkapan ini mengajak kita untuk merefleksikan kembali makna kesuksesan dalam hidup. Seringkali, kita terjebak dalam definisi kesuksesan yang sempit, yang hanya diukur dari pencapaian materi atau status sosial. Padahal, dalam perspektif Islam, kesuksesan yang hakiki adalah ketika seorang hamba berhasil menjalankan kewajibannya kepada Allah dengan sebaik-baiknya dan mencapai ridha-Nya.

Pada akhirnya, ungkapan ini mengingatkan kita akan tujuan utama penciptaan manusia, yaitu untuk beribadah kepada Allah. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran:

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Ibadah, dalam pengertiannya yang luas, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Setiap tindakan, setiap nafas, bahkan setiap detak jantung kita bisa menjadi ibadah jika diniatkan untuk mencari ridha Allah. Inilah yang seharusnya menjadi fokus utama kita dalam menjalani kehidupan.

Dengan memahami dan menghayati makna dari ungkapan ini, kita diharapkan dapat menjalani hidup dengan lebih bijaksana dan seimbang. Kita akan lebih mampu untuk mensyukuri setiap nikmat yang Allah berikan, sekecil apapun itu. Kita akan lebih tekun dalam menjalankan kewajiban kita sebagai hamba Allah. Dan yang terpenting, kita akan selalu menyadari kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupan kita.

Semoga renungan ini dapat menjadi pengingat bagi kita semua untuk selalu memperbaiki diri, meningkatkan kualitas ibadah, dan mendekatkan diri kepada Allah. Karena sesungguhnya, Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan Dia tidak pernah lalai terhadap hamba-hamba-Nya yang senantiasa berusaha mendekatkan diri kepada-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun