Mulanya saya tahu Cokelat nDalem ketika saya mengunjungi halaman MSME (Participant) di web brilianpreneur.com. Dibarengi dengan rasa penasaran yang tinggi, saya langsung injak pedal sepeda sejauh sekitar tujuh belas kilometer sekaligus olahraga Minggu ke tokonya langsung di Jalan Bhayangkara dekat dengan Malioboro. Sampai kemudian saya dibuat terkesima olehnya.
Pertama, penjenamaan produk yang mengusung tema-tema lokalitas. Ada bungkus cokelat dengan gambar tari Bedhaya karena menggunakan campuran biji kopi merapi, tari Legong dengan ciri khas kopi kintamani, tari Caci dengan perpaduan kopi bajawa, dan masih banyak lagi lainnya. Uniknya ada juga cokelat dengan cita rasa cincau jeruk nipis yang kelezatannya tidak habis-habis di mulut. Hal ini senada dengan tagline-nya Cokelat nDalem 'Berbagi Cinta dan Cerita'.
Kedua, nuansa toko yang membawa para pengunjung berkelana ke dunia imajinasi. Lihat saja, ada buku sejarah tentang cokelat di masa pendudukan Belanda, ada berbagai foto jadul para petani cokelat, proses produksi yang bisa disaksikan langsung dari balik kaca tembus pandang, dan hiasan dinding dengan tema lokalitas. Semua tambah sempurna dengan bentuk bangunan tokonya yang bergaya peninggalan kolonialisme Belanda.
Ketiga, pendekatan digital yang sangar. Ketika saya hendak membeli bubuk minuman cokelat dan cokelat batangan, saya lupa membawa dompet. Ternyata Cokelat nDalem sudah menerapkan pembayaran berbasis QRIS. Langsung saja saya buka aplikasi BRImo, pindai, dan beres. BRIpahlawanfinansial memang selalu bisa diandalkan di setiap situasi dan kondisi. Cokelat sudah sah berpindah ke tangan saya. Kemasan cokelat pun menggunakan tas kertas bukan plastik, sangat ramah lingkungan, bukan?
Untuk menjadi murid berprestasi, tentu membutuhkan perjuangan keras. Apa yang saya lihat pada Cokelat nDalem pun sejatinya sama. Tidak ada yang instan di dunia ini, semuanya membutuhkan proses panjang dan kadang cukup melelahkan.