Sejarah dunia sepertinya terulang kembali, meski Perang Dingin antara Blok Timur dan Blok Barat telah berakhir dengan ditandai runtuhnya Uni Soviet pada penghujung tahun 1991. Nyatanya tiga dekade kemudian perdebatan sengit antara keduanya tidak bisa terelakkan. Di permulaan tahun 2022, Ukraina sebagai negara bekas Uni Soviet diserang oleh Rusia atas dalih keterlibatan 'Barat' di bekas wilayahnya itu.
Ukraina terlanjur bermain api dengan mencoba bergabung bersama NATO, aliansi pakta pertahanan yang didominasi oleh negara-negara 'Barat' berpaham liberalismenya. Prinsip NATO sangat solid yakni jika salah satu negara anggota diserang oleh sebuah kekuatan militer dari negara lain maka NATO wajib membela anggotanya dengan kekuatan yang ada.Â
NATO disebut sebagai ancaman serius bagi Rusia karena bermain keroyokan sedangkan Ukraina menganggap Rusia sebagai tetangga yang perlu diwaspadai. Permasalahan semakin pelik ketika Amerika Serikat menyatakan ketidaksukaannya atas langkah yang dipilih Rusia, persis seperti saat Negara Paman Sam itu memilih berperang dengan Negara Beruang Merah berpuluh-puluh tahun silam karena cara pandang politik ekonomi yang berbeda antara kapitalisme-liberalisme melawan komunisme-sosialisme.
Kejadian yang berlarut-larut tanpa menemui titik terang tersebut akhirnya berimbas pada perhelatan akbar G20. Negara 'Barat' bahkan sempat walk out saat Menteri Keuangan RI Sri Mulyani memimpin rapat guna membahas tentang upaya pemulihan ekonomi dunia pasca pandemi sebagai salah satu misi besar G20.Â
Indonesia terpilih sebagai Presidensi G20 pada tahun 2022 setelah sebelumnya diketuai oleh Italia. Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah atas pertemuan antar negara dengan prospek perekonomian terbesar di dunia untuk pertama kalinya dalam sejarah. Tentu saja, hal tersebut menjadi kesempatan emas bagi Indonesia untuk tampil unjuk gigi, demi memulihkan perekonomian dunia dan lokal sekaligus.
Posisi Indonesia dalam Presidensi G20 sangat jelas, yakni memfokuskan pada tiga aspek penting sebagai kunci pemulihan perekonomian dunia yang berkelanjutan. Dilansir dari situs Kemlu, ketiga kunci tersebut adalah penguatan arsitektur kesehatan global, transformasi digital, dan transisi energi. Dari ketiganya, tidak ada satupun membicarakan soal peta perpolitikan dunia karena fokus G20 memang pada ekonomi bukan politik.
Meski begitu, kondisi politik tetap saja akan memengaruhi perekonomian dunia makanya ada istilah ekonomi politik internasional, krisis moneter, dan inflasi global. Perseteruan Ukraina bersama 'Barat' dengan Rusia secara tidak langsung akan menambah daftar pekerjaan yang harus segera diselesaikan oleh Indonesia jika ingin perekonomian dunia berjalan dengan mulus.Â
Di satu sisi pihak 'Barat' tidak mau Rusia hadir dalam acara puncak G20 di Bali namun di sisi lain Indonesia sama-sama memiliki hubungan yang erat dengan kedua pihak yang bertikai. Dalam asas politik luar negerinya, Indonesia tetap berdiri tegak di antara dua kubu. Indonesia tidak punya dasar untuk membela satu negara ataupun menolak negara lainnya hanya berdasarkan warna politiknya semata. Selama bisa mendayung di antara dua karang, selama itu pula Indonesia bisa terus melaju dengan identitas dirinya sebagai bangsa yang mandiri, berdaulat, dan merdeka.
Kilas Balik Gerakan Non-Blok (GNB)
Sejarah dunia memang terus berulang, hanya beda tempat dan waktu saja, namun Indonesia memiliki satu pendirian yang tetap dipertahankan meski generasi satu berpindah ke generasi berikutnya. Sedari Bung Karno memproklamasikan kemerdekaan RI, Indonesia tetap menganut Pancasila dan UUD 1945 sebagai jati diri bangsa.Â
Di dalam dua naskah sakral tersebut disebutkan bahwa Indonesia wajib membebaskan dunia dari penjajahan dunia karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan keadilan melalui perdamaian abadi. Perdamaian yang dimaksud bukan berarti Indonesia harus bergabung ke salah satu kubu lalu menolak kubu lainnya atau mengangkat senjata terjun ke medan perang. Indonesia selalu mengedepankan asas musyawarah untuk mencapai sebuah kemufakatan dan kemaslahatan bersama tanpa perlu intervensi fisik sebagaimana tertuang dalam sila keempat Pancasila.