Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Dua Wajah Musa: Yang Satu Teladan, Satunya Lagi "Ngepet"

3 Mei 2021   21:37 Diperbarui: 3 Mei 2021   21:41 3584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar Laut Merah, tempat Nabi Musa membelah laut dengan tongkat ajaibnya/Dokpri

Nama Musa di zaman Firaun bukan hanya satu, tapi ada dua sekaligus yang menarik perhatian. Sebagai orang dengan nama Musa, saya merasa tergelitik untuk mengulik kisah Nabi Musa dan kembarannya Musa Samiri. Keduanya bagai langit dan bumi (ini di luar Musa yang menulis artikel ini, hehe).

Baik Nabi Musa maupun Musa Samiri merupakan korban kebengisan kebijakan Raja Firaun yang kejam. Firaun, begitu julukannya sebagai raja tertinggi di Negeri Mesir, mengeluarkan ultimatum mengerikan yakni akan membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir setelah mimpi buruk. Jika saja ada si orang tua sengaja menyembunyikan bayi laki-lakinya maka segera pengawal kerajaan akan membunuh satu keluarga tidak berdosa itu.

Siapa yang tidak takut dengan seruan tersebut. Orang tua mana yang rela menyerahkan bayi yang telah diidam-idamkan sebelumnya hanya untuk dibunuh. Bayangkan saja perjuangan sang ibu merawat dan memberikan nutrisi supaya si bayi laki-laki kelak tumbuh sehat dan pintar, lantas menjadi orang bijak kebanggaan negeri.

Sontak ibunda Nabi Musa merasa khawatir. Pasalnya beliau sedang mengandung bayi dan begitu melahirkan ternyata bayi tersebut berjenis kelamin laki-laki. Sekonyong-konyong ibunda Nabi Musa mengeluarkan seribu jurus agar putranya selamat dari kebengisan tentara Firaun. Akhirnya ibunda Nabi Musa memasukkan Nabi Musa ke dalam peti lalu menghanyutkannya ke Sungai Nil.

Tak jauh berbeda dengan ibunda dari Nabi Musa, di kota lain, lahir pula seorang bayi laki-laki dari Bani Israil yang diberi nama Musa. Lebih tepatnya Mikha atau Musa bin Zhafar atau terkenal dengan nama Musa Samiri.

Jika Nabi Musa ditolong oleh Asiyah, istri Firaun maka Musa Samiri hidup seorang diri alias tidak ada yang merawatnya. Oleh ibunya, Musa Samiri ditinggalkan begitu saja di gua. Musa Samiri lantas diasuh langsung oleh Malaikat Jibril. Musa Samiri hidup menyendiri dan sulit berbaur dengan masyarakat ketika usianya bertambah dewasa.

Musa Samiri pun mengikuti ajakan Nabi Musa untuk menyebrangi Laut Merah setelah dikejar-kejar pasukan Firaun. Musa Samiri merupakan seorang keturunan Bani Israil, bersama para warga Yahudi Bani Israil, Musa Samiri selamat dari tentara Firaun.

Ketika menyeberangi lautan yang terbelah, Musa Samiri dapat melihat Nabi Musa yang didampingi Malaikat Jibril karena semasa kecil Samiri dirawat olehnya. Musa Samiri tak kehilangan akal. Dia mengambil tanah jejak Malaikat Jibril dan menyimpannya kemudian.

Begitu selamat dari kejaran Firaun, Musa Samiri malah berbuat onar. Dia mirip dengan pemelihara babi ngepet. Bedanya yang dipelihara bukan babi melainkan anak sapi. Mulanya, Musa Samiri tertegun dengan penduduk desa yang menyembah anak sapi. Sadar bahwa dirinya menyimpan tanah bekas dari sang malaikat, Musa Samiri ingin membuat patung anak sapi yang lebih mewah.

Akhirnya Musa Samiri menyuruh pengikut Nabi Musa untuk mengumpulkan emas. Begitu emas dileburkan, Musa Samiri melempar tanah tadi, dan viola jadilah patung anak sapi tanpa perlu susah payah membuatnya.

Sebagian pengikut Nabi Musa terpesona dengan keajaiban yang terjadi. Mereka mengkhianati Nabi Musa dan melupakan ajaran Tauhid yang dibawakan oleh Nabi Musa.

Musa Samiri pun terkena azab yang pedih berupa penyakit kulit. Semasa hidupnya, Musa Samiri berjuang untuk mengurangi rasa sakit tersebut namun dia tidak bisa.

Berangkat dari kisah dua wajah Musa ini, kita dapat mengambil pelajaran bahwa menyekutukan Allah dalam bentuk apapun adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan. Dan bukanlah jaminan kuat bahwa nama yang indah akan mengantarkan si pemilik nama kelak akan berperilaku dan hidup seperti maknanya. Meski dua-duanya bernama Musa, keduanya memiliki ciri dan watak yang berbeda.

Istilah 'ngepet' atau memelihara peliharaan atau sejenisnya untuk meraih jalan pintas akan kekayaan, jabatan, dan wanita merupakan tindakan syirik. Sudah jauh-jauh hari Nabi Musa memberi peringatan kepada Bani Israil namun mereka selalu merasa tidak puas dan banyak pertanyaan-pertanyaan untuk menyangkal.

Bahkan ketika Nabi Musa menerima wahyu dan berdialog dengan Allah, 70 pengikutnya merasa tidak puas. Mereka ingin secara langsung berbincang dengan Tuhannya Musa. Sampai akhirnya mereka disamber geledek hingga mati karena menduga Nabi Musa memakai sihir. Namun Nabi Musa memaafkan mereka lalu mereka dihidupkan kembali. 

Ada banyak versi tentang kisah Nabi Musa dan Musa Samiri ini, namun saya mengambil versi di atas karena lebih umum dan paling saya ingat dari kecil. Mungkin ini salah satu alasan orang tua saya memberikan nama kepada saya dengan Musa, supaya saya bisa meneladani sikap Nabi Musa, bukan Musa Samiri yang memelihara patung anak sapi 'ngepet'.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun