Karena saya menyukai fiksi, saya pun ikut kelas menulis cerpen di salah satu situs cukup terkenal. Ekspektasi saya memang terlalu tinggi, saya bisa benar-benar mengerti jika mengikuti kelas.Â
Kelas yang saya ikuti menggunakan WhatsApp, ada saja tugas yang harus diselesaikan. Untungnya, setiap tugas benar-benar dikoreksi oleh mentor dan diberi kritikan membangun jadi kita tahu salahnya di mana. Mulanya saya kira tinggal kirim tugas lalu beres.Â
Meski ekspektasi saya tidak berjalan persis seperti realitas, setidaknya saya memiliki teman-teman se-frekuensi yang sama-sama mau belajar menulis bareng. Inilah iklim yang sebenarnya mempengaruhi ke motivasi.
Kedua, ikuti webinar-webinar kepenulisan. Lagi-lagi, di tengah pandemi seperti sekarang ini, banyak acara webinar bertebaran di media sosial termasuk webinar kepenulisan.
Memang sih, ikut webinar yang hanya berdurasi sekitar 2-3 jam kurang begitu efektif karena tidak cukup intensif. Pembicara akan memberikan tips dari A-Z tapi tidak ada praktik dan koreksi secara langsung. Semua hanya berkutik pada teori semata tapi tentu saja teori itu akan sangat berguna jika kita langsung mempraktikannya.
Ketiga, rajin-rajin ikut lomba. Dengan mengikuti lomba, kita akan semakin banyak belajar dan semakin sering praktik. Kalah dan menang urusan belakang, yang penting kita sudah ada start. Kalau saya sih prinsipnya lebih baik kalah setelah berperang ketimbang menyerah sebelum datang ke medan perang. Setidaknya kita sudah mencoba.
Semakin banyak coba, semakin probabilitas kita menang ada. Tapi lagi-lagi cara ini jangan dijadikan motivasi utama, karena kalau kita kalah maka kita akan kembali ke siklus awal, ngapain menulis kalau tidak dapat duit dan buang-buang waktu saja, jadikan ajang untuk belajar saja.
Keempat, banyak-banyak membaca. Secara tidak langsung, memori kita akan menangkap apa yang kita baca. Kita akan menemukan ide dan sudut pandang yang menarik dengan banyaknya sumber literasi yang kita tangkap dari bahan bacaan.
Kelima, asah terus-menerus. Bagian terakhir inilah yang menentukan skill kemampuan menulis kita. Saya pernah vakum menulis cerpen beberapa tahun karena beralih ke tulisan non fiksi, akibatnya kemampuan cerpen saya pun kembali ke awal.
Saya mengambil filosofi "semakin pisau sering diasah, maka si pisau akan semakin tajam." Begitu pula dengan kemampuan menulis kita. Ini berlaku pada semua bakat dan kemampuan yang dimiliki oleh umat manusia. Jam terbang akan menentukan sejauh mana bakat dan kemampuan kita berlabuh. Semakin banyak jam terbang kita dalam menulis maka akan semakin bagus kemampuan menulis yang kita miliki.
Jalan ninja yang saya sebutkan di atas memang tidak saklek karena setiap orang sejatinya punya jalan ninjanya masing-masing untuk mencapai ke sebuah tujuan. Ada orang yang memang punya bakat menulis dari lahir tapi ada juga orang yang harus berdarah-darah dulu untuk meraih bakat tadi. Ada pula orang yang punya bakat menulis karena sedari kecil si orang tua memberi fasilitas literasi mumpuni sementara ada pula orang lain yang harus berletih-letih dahulu untuk mendapat fasilitas tersebut sampai akhirnya meraih bakat atau skillnya.