Menulis bagi sebagian orang adalah hal yang menyulitkan. Proses untuk menghasilkan sebuah tulisan atau karya tidaklah mudah tapi tidak sulit juga, tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya.Â
Kita sejatinya sudah diajarkan cara menulis semenjak duduk di bangku Sekolah Dasar. Namun ada saja kendala-kendala yang harus dihadapi begitu umur semakin berkurang, entah karena sibuk atau memang malas menulis.
Kendala paling besar dalam menulis memang motivasi. Kadang orang berpikir, buat apa capai-capai menulis kalau tidak dapat bayaran dan buang-buang waktu. Saya sendiri kadang mengalami siklus tersebut, namanya juga manusia biasa. Ini berbeda dengan orang yang pekerjaannya berhubungan dengan tulis-menulis, maka mau tidak mau harus sesering mungkin menulis, misalnya seorang wartawan, humas, copywriter, content creator, dan novelis.Â
Kalau dilihat-lihat, skill menulis ini sangat dibutuhkan di banyak perusahaan. Di era dengan arus informasi serba cepat dan canggih ini, kemampuan menulis benar-benar sangat dicari. Sekadar menulis untuk mendapat materi memang tidak salah, tapi ada baiknya kita niatkan menulis untuk beribadah.
Menulis untuk menyebarkan kebaikan dan sebagai cara untuk self healing merupakan jenis lain dari ibadah. Maka bisa jadi kita akan terus menulis tanpa memikirkan akan dapat materi seperti apa. Motivasi dan niat saja sebenarnya tidak cukup, apalagi jika kita ingin menghasilkan tulisan yang mengena ke para pembaca.Â
Percuma niat udah baik dan motivasi sudah up tapi tulisan yang disebarkan sulit dimengerti. Alhasil pesan yang ingin disampaikan jadi zonk besar atau pembaca akan mengartikannya lain.
Tentu saja ini perlu latihan-latihan khusus supaya apa yang kita tulis dapat dipahami dan dinikmati oleh setiap pembaca. Di tengah Ramadan berpandemi ini, menulis yang mudah dipahami bisa dijadikan ladang amal kebaikan. Dakwah tidak melulu melalui lisan meski sebenarnya lisan pun membutuhkan sebuah tulisan. Bukankah kitab suci berupa tulisan, bukan audio visual?
Lantas bagaimana cara meningkatkan skill menulis di tengah Ramadan berpandemi dan di tengah padatnya aktivitas? Saya mencoba membagikannya berdasarkan pengalaman dan pengamatan, meski sejatinya skill menulis saya belum pro-pro banget, tapi apa salahnya berbagi.
Pertama, mengikuti kelas menulis. Di tengah pandemi ini, kelas menulis menjamur di mana-mana. Kita tinggal membutuhkan koneksi internet yang kencang dan sedikit kocek jika ingin ikut yang berbayar. Namun saya sarankan ikut juga kelas menulis yang berbayar jika mampu.
Kenapa? Karena kita akan termotivasi lebih, kan sayang sudah bayar, masak gak diseriusin. Mulanya saya akan berpikir seratus kali untuk ikut kelas menulis berbayar tapi setelah dipikir-pikir, selama rezeki masih ada kenapa tidak, dari pada duitnya dibelikan barang-barang tidak berguna.
Karena saya menyukai fiksi, saya pun ikut kelas menulis cerpen di salah satu situs cukup terkenal. Ekspektasi saya memang terlalu tinggi, saya bisa benar-benar mengerti jika mengikuti kelas.Â
Kelas yang saya ikuti menggunakan WhatsApp, ada saja tugas yang harus diselesaikan. Untungnya, setiap tugas benar-benar dikoreksi oleh mentor dan diberi kritikan membangun jadi kita tahu salahnya di mana. Mulanya saya kira tinggal kirim tugas lalu beres.Â
Meski ekspektasi saya tidak berjalan persis seperti realitas, setidaknya saya memiliki teman-teman se-frekuensi yang sama-sama mau belajar menulis bareng. Inilah iklim yang sebenarnya mempengaruhi ke motivasi.
Kedua, ikuti webinar-webinar kepenulisan. Lagi-lagi, di tengah pandemi seperti sekarang ini, banyak acara webinar bertebaran di media sosial termasuk webinar kepenulisan.
Memang sih, ikut webinar yang hanya berdurasi sekitar 2-3 jam kurang begitu efektif karena tidak cukup intensif. Pembicara akan memberikan tips dari A-Z tapi tidak ada praktik dan koreksi secara langsung. Semua hanya berkutik pada teori semata tapi tentu saja teori itu akan sangat berguna jika kita langsung mempraktikannya.
Ketiga, rajin-rajin ikut lomba. Dengan mengikuti lomba, kita akan semakin banyak belajar dan semakin sering praktik. Kalah dan menang urusan belakang, yang penting kita sudah ada start. Kalau saya sih prinsipnya lebih baik kalah setelah berperang ketimbang menyerah sebelum datang ke medan perang. Setidaknya kita sudah mencoba.
Semakin banyak coba, semakin probabilitas kita menang ada. Tapi lagi-lagi cara ini jangan dijadikan motivasi utama, karena kalau kita kalah maka kita akan kembali ke siklus awal, ngapain menulis kalau tidak dapat duit dan buang-buang waktu saja, jadikan ajang untuk belajar saja.
Keempat, banyak-banyak membaca. Secara tidak langsung, memori kita akan menangkap apa yang kita baca. Kita akan menemukan ide dan sudut pandang yang menarik dengan banyaknya sumber literasi yang kita tangkap dari bahan bacaan.
Kelima, asah terus-menerus. Bagian terakhir inilah yang menentukan skill kemampuan menulis kita. Saya pernah vakum menulis cerpen beberapa tahun karena beralih ke tulisan non fiksi, akibatnya kemampuan cerpen saya pun kembali ke awal.
Saya mengambil filosofi "semakin pisau sering diasah, maka si pisau akan semakin tajam." Begitu pula dengan kemampuan menulis kita. Ini berlaku pada semua bakat dan kemampuan yang dimiliki oleh umat manusia. Jam terbang akan menentukan sejauh mana bakat dan kemampuan kita berlabuh. Semakin banyak jam terbang kita dalam menulis maka akan semakin bagus kemampuan menulis yang kita miliki.
Jalan ninja yang saya sebutkan di atas memang tidak saklek karena setiap orang sejatinya punya jalan ninjanya masing-masing untuk mencapai ke sebuah tujuan. Ada orang yang memang punya bakat menulis dari lahir tapi ada juga orang yang harus berdarah-darah dulu untuk meraih bakat tadi. Ada pula orang yang punya bakat menulis karena sedari kecil si orang tua memberi fasilitas literasi mumpuni sementara ada pula orang lain yang harus berletih-letih dahulu untuk mendapat fasilitas tersebut sampai akhirnya meraih bakat atau skillnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H