"Waalaikumsalam, sudah Sem! Baru juga mau ngabarin. Terimakasih yah!" jawab kakakku gercep alias gerak cepat.
"Tidak ada yang penyok atau rusak, kan?" tanyaku kembali, takut barangnya pecah atau rusak karena bungkusnya peyot atau kebanting.
"Alhamdulillah, tidak. Paketannya menggunakan kayu kok," jawab kakakku sambil menautkan emot tersenyum malu. Sekonyong-konyong aku heran.
"Ok, padahal aku hanya bungkus pakai bubble wrap saja lho, mungkin pihak JNE yang membungkus pakai kayu." Aku menghela napas lega.
"Dibungkus pakai kayu, terus dipaku. Ada gabusnya juga. Top pokoke," pungkas kakakku. Aku semakin lega dan semakin percaya pada komitmen JNE, connecting happiness.
Tak kusangka, pihak JNE benar-benar peduli apa yang ada di dalam bungkusan, mau barangnya murah atau mahal, semua diperlakukan dengan istimewa.
Bayangkan saja, mulanya aku hanya membungkus paket dengan bubble wrap dobel karena aku kira sudah aman jika menggunakan bubble wrap dobel saja.
Ternyata pihak JNE tahu lebih dari itu, namanya juga barang elektronik, maka harus dibungkus dengan penuh cinta dan yang pasti harus kuat. Pihak JNE malah membungkusnya berlapis-lapis kayak kue lapis saja. Siapa sih yang tidak mau kue lapis? Eh, bungkusan berlapis-lapis maksudku.
Mulanya aku hanya membungkus dengan bubble wrap, lalu dilapisi lagi oleh pihak JNE dengan kayu, dipaku lantas diberi gabus.
Pihak JNE selalu ingin memastikan barang yang dikirim oleh pelanggan akan tiba dengan aman tanpa ada kerusakan sedikitpun. Kalau pun ada kerusakan, masih bisa diklaim dengan asuransi.