Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Alumni Hubungan Internasional yang suka baca novel kritik sosial dan buku pengembangan diri. Sering menyukai sesuatu secara random.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bahagianya Berbagi: Paket Tiba dengan Bungkusan Penuh Cinta

31 Desember 2020   21:20 Diperbarui: 31 Desember 2020   21:26 1002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mobil ekspedisi JNE, sumber: IG jne_id

Sore itu aku sedikit kecewa. Pasalnya, aku sudah bergairah membungkus paket serapi dan sekuat mungkin tapi ujung-ujungnya ditolak oleh pihak ekspedisi sebelah. Katanya aku harus menggunakan e-commerce terlebih dahulu untuk bisa mengirimkan benda elektronik tersebut. Bikin repot kalau begini.

Aku sudah sangat senang sebelumnya karena aku ingin mengirimkankan kakakku sebuah ponsel pintar baru. Apalagi kakakku merupakan seorang penjual online di salah satu e-commerce di Indonesia. Kakakku berjualan macam-macam, mulai dari sarung batik, kopiah motif, buku, sampai madu.

Kakaku memang sering menerima orderan tapi karena spesifikasi ponsel pintarnya kurang canggih, akhirnya sering lola alias loading lama. Belum lagi ketiga anaknya kerap kali memakai ponsel pintar itu untuk bermain gim. Memori internal ponsel pintarnya pun semakin penuh. 

Akupun berinisiatif membelikannya ponsel pintar bekas rasa-rasa baru di tanah rantau. Aku mendapatkannya dengan harga miring dengan spesifikasi lebih canggih dari ponsel pintar milikku, setidaknya ponsel pintar kakakku tidak lola lagi. Ponsel pintar itu akan sangat membantu kakakku dalam berjualan online. Kakakku pastinya akan sangat bahagia jika bungkusan sederhana dariku sampai di tangannya.

Kejadian penolakan dari pihak ekspedisi sore itu membuat semangatku menurun. Aku mencoba mengikuti saran dari pihak ekspedisi, namun biaya ongkirnya terlalu mahal, sama dengan ongkos bus pulang-pergi dari tempatku merantau ke kampung halaman. Kakakku lantas memberikan rekomendasi jasa ekspedisi terpercaya dan sudah menjadi langganannya.

Tentu saja, JNE.

Menurut kakakku, ongkir barang elektronik seperti ponsel pintar memang gampang-gampang susah. Banyak pihak ekspedisi tidak mau mengambil risiko, sampai harganya pun di atas rata-rata jikalau mau. Lain lagi dengan JNE.

Biaya ongkirnya tidak sampai lima puluh ribu rupiah. Aku mencoba cek, takut kena apes lagi, sudah jauh-jauh ke kantor ekspedisi tapi ujung-ujungnya ditolak seperti ditolak pasangan saja.

Ternyata JNE tidak demikian. JNE memberikan harga ongkir yang kelewat murahnya. Aku pun kembali bersemangat untuk berbagi kebahagiaan kepada kakak tercinta dengan memberikan sebungkus kado berisi ponsel pintar untuknya.

Keesokan harinya, aku ke sebuah kantor agen JNE. Ketika aku masuk, aku disambut dengan penuh hangat oleh bapak admin. Aku langsung saja mengutarakan maksudku.

Sebelum itu, aku tak lupa mencuci tangan terlebih dahulu. Di belakang pintu sudah tersedia handsanitizer. Si bapak admin juga memakai masker.

"Ini baru jasa ekspedisi yang patuh protokol kesehatan," batinku lalu duduk di depannya.

"Pak, apakah saya bisa mengirim ponsel pintar dari sini?"

"Bisa, dek!"

Setelah itu, si bapak admin mengecek bungkusan milikku, menimbangnya dengan penuh kehati-hatian layaknya mutiara.

Aku agak deg-degan, takutnya biaya ongkirnya lebih dari 100 ribu rupiah, tidak seperti apa kata ekspektasiku dan hasil riset kecil-kecilanku di internet. Kalau biayanya sampai segitu, sama saja dengan trik kirim barang lewat e-commerce.

Ternyata, eh ternyata, biaya ongkirnya dari Depok Jawa Barat ke Pemalang Jawa Tengah hanya 47 ribu rupiah, pun sudah termasuk asuransi. Ekspektasiku berkata bahwa biaya ongkirnya pasti lebih dari 50 ribu rupiah, aku sendiri sudah mengantongi uang 100 ribu rupiah untuk jaga-jaga.

Ongkir JNE yang murah meriah. Sumber: dokpri 
Ongkir JNE yang murah meriah. Sumber: dokpri 

Aku segera menyerahkan uang itu ke bapak admin, sambil tersenyum di balik masker. Aku pun segera meninggalkan kantor agen ekspedisi JNE dengan perasaan lega.

Beberapa hari kemudian, aku mengirim pesan kepada kakakku, memastikan apakah paketnya sudah tiba atau belum (percakapan aslinya menggunakan bahasa Jawa, saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia).

"Assalamualaikum, paketnya udah nyampe belom?" tanyaku penasaran.

"Waalaikumsalam, sudah Sem! Baru juga mau ngabarin. Terimakasih yah!" jawab kakakku gercep alias gerak cepat.

"Tidak ada yang penyok atau rusak, kan?" tanyaku kembali, takut barangnya pecah atau rusak karena bungkusnya peyot atau kebanting.

"Alhamdulillah, tidak. Paketannya menggunakan kayu kok," jawab kakakku sambil menautkan emot tersenyum malu. Sekonyong-konyong aku heran.

"Ok, padahal aku hanya bungkus pakai bubble wrap saja lho, mungkin pihak JNE yang membungkus pakai kayu." Aku menghela napas lega.

"Dibungkus pakai kayu, terus dipaku. Ada gabusnya juga. Top pokoke," pungkas kakakku. Aku semakin lega dan semakin percaya pada komitmen JNE, connecting happiness.

Tangkapan layar percakapan saya dengan kakakku dalam bahasa Jawa. Sumber: dokpri
Tangkapan layar percakapan saya dengan kakakku dalam bahasa Jawa. Sumber: dokpri

Tak kusangka, pihak JNE benar-benar peduli apa yang ada di dalam bungkusan, mau barangnya murah atau mahal, semua diperlakukan dengan istimewa.

Bayangkan saja, mulanya aku hanya membungkus paket dengan bubble wrap dobel karena aku kira sudah aman jika menggunakan bubble wrap dobel saja.

Ternyata pihak JNE tahu lebih dari itu, namanya juga barang elektronik, maka harus dibungkus dengan penuh cinta dan yang pasti harus kuat. Pihak JNE malah membungkusnya berlapis-lapis kayak kue lapis saja. Siapa sih yang tidak mau kue lapis? Eh, bungkusan berlapis-lapis maksudku.

Mulanya aku hanya membungkus dengan bubble wrap, lalu dilapisi lagi oleh pihak JNE dengan kayu, dipaku lantas diberi gabus.

Pihak JNE selalu ingin memastikan barang yang dikirim oleh pelanggan akan tiba dengan aman tanpa ada kerusakan sedikitpun. Kalau pun ada kerusakan, masih bisa diklaim dengan asuransi.

Isi di di dalam bungkusan berlapis-lapis. Sumber: dokpri
Isi di di dalam bungkusan berlapis-lapis. Sumber: dokpri

Filosofi Berbagi

Berbagi memang membuat kita bahagia, mendengar kata terimakasih dari si penerima saja sudah membuat hati ini terasa terbang ke angkasa. Semua agama pun selalu mengajarkan kepada kita untuk saling berbagi dan menyantuni agar kita selalu bahagia.

Berbagi akan terasa lebih afdal jika kita bungkus dengan rapi dan indah. Membungkus dengan penuh cinta apa yang akan kita bagi menunjukkan kesungguhan kita dalam memberi. 

Sama halnya dengan apa yang dilakukan JNE selama ini. JNE telah menghubungkan kebahagiaan melalui cara-cara sederhana, membungkus barang kiriman dengan penuh kehati-hatian, memastikan barang diterima dengan baik sampai ke tangan si penerima.

Dari sini aku juga belajar, bahwa bungkusan yang akan kita berikan kepada orang tersayang merupakan  salah satu wujud dari konektivitas bahagia, sama seperti semboyan JNE "connecting happiness". Orang tersayang akan merasa sumringah menerima bungkusan lalu dibukanya dengan penuh suka cita. Apalagi barang diterima aman sentosa, semakin tiada terkira rasa bahagianya.

Senyuman di balik pintu ini tak bisa dihitung jumlahnya karena sudah tiga dekade ini JNE selalu hadir menghubungkan kebahagiaan bersama orang terkasih karena bahagia bukan untuk diri sendiri melainkan untuk bersama-sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun