Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ini Alasan Dewas Memilih Eks Kontributor Majalah Playboy Memimpin TVRI

28 Mei 2020   18:57 Diperbarui: 28 Mei 2020   18:56 987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Majalah Playboy Indonesia yang sudah dilarang, sumber: kompas.com

Apa yang kalian pikirkan tentang majalah Playbloy Indonesia yang sempat jaya pada 2006-2007 silam? Karena waktu itu saya masih bocah, saya mana tahu majalah Playboy Indonesia, yang saya tahu hanya majalah Bobo.

Setelah saya mengulik majalah Playboy, ternyata majalah ini sarat akan kevulgaran yang mempertontonkan lekuk tubuh seksi dan ideal seorang model dewasa. Barangkali majalah asal AS ini memang pantas untuk ditutup pada Maret 2007 karena berlawanan dengan asas ketimuran Indonesia.

Tapi masalahnya bukan kontroversi Playboy di masa silam, melainkan sosok Dirut TVRI Pengganti Antar Waktu (PAW) yang baru menggantikan Helmy Yahya. Yah, setelah mengubrek-ubrek mbah gugel, Imam Brotoseno sempat menjadi kontributor majalah dewasa tersebut.

Betapa kagetnya saya, TVRI yang harusnya memberikan contoh yang baik malah mempersilahkan seseorang yang pernah berkecimpung di lembah kebathilan untuk menduduki kursi nomer satu di lembaga pertelevisian milik pemerintah itu.

Tapi itu kan masa lalu? Seperti kata sebuah lagu, masa lalu biarlah masa lalu. Namanya warganet, mau masa lalu atau masa kemarin sore, jejak digital itu nyata adanya dan dianggap berpengaruh untuk masa sekarang.

Lantas bagaimana bisa si Imam Brotoseno yang pernah berkecimpung sebagai kontributor majalah hot Playboy Indonesia itu menjadi Dirut TVRI?

Pertama, Imam telah melalui serangkaian uji atau tes kelayakan dan kepatutan yang diadakan Dewas TVRI dan lulus. Kalau ini lazimnya mau menjabat posisi tinggi dalam sebuah jabatan di lembaga atau usaha milik pemerintah maka harus lulus semua ujian tersebut.

Melansir dari Tribunnews, uji kelayakan dan kepatutan itu terdiri dari beberapa tahap panjang dimulai dari administrasi, telaah makalah/ide, pendalaman makalah/ide, assessment test, sampai wawancara.

Tapi masalahnya kini adalah, di saat Helmy Yahya sedang proses pengajuan gugatan ke PTUN dan didukung oleh anggota Komisi I DPR, ujug-ujug ujian kepatutan dan kelayakan tetap dilakukan. Padahal kita semua belum tahu hasil putusan PTUN.

Kalau hasil gugatan PTUN menolak pemecatan sepihak Helmy Yahya maka uji kelayakan dan kepatutan hanya drama belaka. Atau memang skenarionya memang Helmy Yahya diyakini bakal kalah di pengadilan? Andai demikian, kok Dewas bisa menebaknya?

Dan apakah ujian kelayakan dan kepatutan itu dapat kita percaya sepenuhnya? Lihat saja dulu komisioner KPU Pilpres 2019 saja kedapatan suap, itu loh si Wahyu Setiawan.

Berarti memang ada yang dipertanyakan dalam uji kelayakan dan kepatutan di sebuah lembaga atau usaha milik pemerintah. Apalagi kalau bukan  aspek integritas dan komitmen?

Kedua, pengalaman Imam Brotoseno sebagai pekerja seni. Mari lupakan sejenak uji kelayakan dan kepatutan.

Meski dulu Imam Brotoseno pernah menjadi kontributor majalah dewasa, tapi Dewas tidak dapat melupakan kiprah Imam Brotoseno yang sudah melalang buana di dunia perfilman dan seni.

Mungkin dalam anggapan Dewas, kalau sudah pernah menyutradarai film layar lebar dan sinema TV maka tidak perlu diragukan lagi kredibilitasnya. Padahal masih banyak kok sineas film lainnya yang bersih dari bayang-bayang majalah dewasa di masa silam. Helmy Yahya salah satunya, tapi apa boleh buat Dewas mah bebas.

Ketiga, dekat dengan rezim. Kalau alasan ini sepertinya banyak disepakati oleh masyarakat sekeliling kita. Seperti kita ketahui bersama, Imam Brotoseno ini pernah menjadi konsultan komunikasi politik PDIP dan Golkar.

Pun sering menjadi tameng Jokowi. Imam dikenal sebagai pendukung setia Jokowi. Apapun ia lakukan untuk melindungi martabat Jokowi. Bahkan ia tak segan kalau dirinya disebut Buzzer Jokowi. Atau memang benar ia seorang buzzer sungguhan? Entahlah, biar Tuhan dan Imam yang tahu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun