Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Alumni Hubungan Internasional yang suka baca novel kritik sosial dan buku pengembangan diri. Sering menyukai sesuatu secara random.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Yang Lebih Berbahaya dari Ideologi Komunis Padahal Masih Eksis

19 Mei 2020   15:59 Diperbarui: 19 Mei 2020   17:42 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (SHUTTERSTOCK) via kompas.com

Bibi saya kalau bercerita pasti tidak jauh-jauh dari topik komunis. Ia sangat anti dan muak habis-habisan dengan ideologi berlogo palu dan arit. Sampai-sampai kalau ada tetangga memasang stiker mirip palu arit dikira anggota komunis, padahal mah itu gambar sendok dan garpu. Ditambah 23 Mei 1920 adalah kelahiran Komunis di Indonesia, jika Komunisme masih eksis itu artinya mereka akan merayakan 100 tahun lamanya pada 23 Mei 2020 nanti.

"Dulu, ada wanita hamil dibunuh di ladang dekat lapangan desa. Saya tidak berani menolongnya, saya hanya sembunyi. Saya terus mengumpat perbuatan bejat komunis tadi dan tidak bisa saya lupakan sampai saat ini," kata bibi saya yang sudah menginjak usia tujuh puluhan tahun.

Lazimnya penduduk desa yang buta huruf, bibi saya juga sering menerima berita mentah-mentah berita di media sosial melalui ponsel keponakan-keponakannya, terutama tuduhan-tuduhan kepada Jokowi. Untungnya bibi saya tidak punya akun di media sosial jadi tidak kebablasan menyebarkan hoaks. Hanya melihat video editan, yang entah dibuat oleh siapa.

Saking bencinya dengan komunis, ia menceraikan suaminya dulu yang diduga dedengot komunis padahal belum jelas kepastiannya sampai ia janda berpuluh-puluh tahun.

Anaknya yang sudah besar adalah hasil pernikahan dengan suaminya itu. Sampai suaminya meninggal, bibi saya tidak pernah lagi menganggap ia sebagai suami sahnya. Sementara kini anaknya sudah hidup mapan dengan cucu-cucunya.

Komunis, begitu kata yang selalu ditakuti dan dibenci oleh masyarakat kita. Mungkin karena trauma panjang yang sulit untuk dilupakan. Katanya, komunis juga sangat anti terhadap agama, agama dianggap memperlambat pembangunan sebuah bangsa.

Selama ini yang saya tahu, ada dua negara besar dengan paham komunis di zaman dulu, yakni Uni Soviet dan China. Kedua negara tersebut juga membentuk aliansi, dan sama-sama berusaha menyebarkan doktrin tersebut ke tetangganya sebut saja Jepang, Korea, Vietnam.

Vietnam dan Korea Utara memang produk sukses blok komunis karena bisa eksis sampai sekarang ini. Lalu apa Rusia (Uni Soviet setelah runtuh) dan China benar-benar menerapkan ajaran komunis di negaranya saat ini?

Rusia sepertinya sudah tidak lagi beraliran komunis tulen meski masih tersisa beberapa kelompok sayap kiri di sana. Setelah Uni Soviet runtuh, KPSS (Partai Komunis Uni Soviet) pun ikut rontok lalu dibubarkan.

Menurut rbth, laman resmi Rusia yang berbahasa Indonesia, Soviet telah menyerah kepada Barat sehingga angkat tangan soal penyebaran komunis dikarenakan produk Barat lebih diminati dan disegani.

Bagaimana dengan China? China memang menerapkan partai tunggal komunis. Jika di Indonesia, bejibun partai ada di mana-mana, di China cuman satu. Iya satu! Kita tidak bisa pilih partai lain kalau tidak suka ya tetap wajib coblos yang itu-itu saja sampai Nobita berganti jenjang SMP.

Meski China itu menganut ajaran komunis, bukan berarti China anti terhadap agama. Entah dari mana awalnya muncul ide bahwa komunis harus selalu mengesampingkan agama.

Saat ini China mulai melonggarkan kebebasan beragama, ajaran Konfusianisme menjadi sebuah proyek dalam mengenalkan budaya dan ajaran leluhur nenek moyang mereka. Namanya Confucius Institute yang sudah memiliki cabang di berbagai negara di belahan dunia termasuk Indonesia. Organisasi tersebut berada di bawah otoritas langsung Kementerian Pendidikan RRC. Confucius Institute ini juga menggandeng berbagai universitas-universitas di Indonesia terutama yang ada jurusan Sastra Mandarinnya.

Melalui Confusius Institute, China mulai sering membuka kerjama pelatihan bahasa Mandarin kepada warga asing. Kita cukup melampirkan HSK (semacam sertifikat untuk menguji kemampuan bahasa Mandarin) dan surat rekomendasi, kita bisa belajar Mandarin di China secara gratis, begitu info dari teman saya yang kebetahan di China.

Dalam urusan ekonomi, China bahkan disebut-sebut lebih kapitalis dari negara pembawa ideologi Liberal Amerika Serikat. Ini tentu sangat mengejutkan, kalau China itu murni Komunis Sosialis, harusnya China menolak keras sistem kapitalis dan produk-produk ala Barat.

China pun perlahan-lahan menggeser posisi AS dalam urusan ekonomi global. Sebuah kejutan yang tak diduga-duga oleh China yang dulunya kalah jauh dengan AS.

Sepertinya, hanya Korut yang masih menerapkan ideologi komunis sampai akar-akarnya. Tapi disamping itu semua, justru ada ajaran yang sebenarnya lebih berbahaya dari komunis. Ajaran ini kerap kali dilupakan padahal keberadaannya cukup eksis.

Pertama, ekstremisme. Mungkin nama ini sudah tidak asing lagi di telinga kita apalagi jika ada bom bunuh diri meletus. Namanya orang ekstrem, mereka bisa melakukan apa saja secara brutal dan ekstrem.

Ekstremisme memang selalu identik dengan terorisme. Dan lagi terorisme itu tidak punya agama. Jadi jangan salahkan ajaran Islam yang membawa kedamaian bagi seluruh alam.

Ekstremisme ini tidak hanya membawa agama saja sebenarnya, ekstremisme juga berlaku pada mereka aliran lone wolf. Apa lagi lone wolf ?

Lone Wolf ini semacam gerakan brutal menembaki seseorang secara babi buta. Masih ingat penembakan masal di Masjid Cristchurch di New Zealand. Waktu itu umat Muslim sedang beribadah salat Jumat.

Lone Wolf juga pernah terjadi di Thailand dan kerap kali melanda Amerika Serikat hampir tiap bulannya. Bahkan menurut sebuah studi yang pernah dilakukan oleh Georgetown University, korban Lone Wolf ini lebih banyak ketimbang korban terorisme.

Baik Lone Wolf atau Terorisme ini sama-sama beraliran ekstrem yang tidak peduli lagi siapa korbannya. Asal ditembak atau dibom lalu dapat perhatian, mirip remaja labil saja yang masih butuh perhatian.

Kedua, Liberal Konservatif. Aliran ini sering disebut R2P atau Responsibility to Protect. Intinya, orang-orang yang beraliran ini merasa berhak datang ke negara lain untuk menyelamatkan dan menegakkan kemanusiaan.

Yakin kemanusiaan? Masih ingat dengan Amerika Serikat yang menginvasi Irak karena Irak dianggap menyimpan WMD atau senjata kimia pemusnah masal? Alasan itu digunakan AS untuk menyelamatkan hak kemanusaiaan.

Tapi sampai sekarang tidak ada tuh bukti konkret yang menyatakan adanya WMD di sana. Justru korban yang tak tahu apa-apa yang harus menerima akibatnya.

Saya bukannya menyalahkan AS, namun rezim yang berkuasa pada waktu itu saja yang tidak menerka-nerka dan cenderung asal-asalan untuk urusan invasi ke sebuah negara.

R2P ini tidak hanya dijalankan oleh AS, bisa juga diaplikasikan oleh negara lain dengan tujuan kemanusiaan namun malah mengabaikan hak dasar kemanusiaan itu sendiri.

Ketiga, Fasisme. Ajaran ini jauh berbahaya dari Komunisme karena mereka yang berideologi Fasisme akan selalu menganggap rendah bangsa lain. Fasisme ini sebenarnya baik yakni sikap nasionalisme bangsa tapi karena kebablasan jadinya nasionalisme radikal.

Jerman pernah mengadopsi paham ini di mana komunitas Yahudi dibantai habis-habisan. Peristiwa tersebut sering dikenal Holocaust.

Dalam Fasisme, identitas bangsa tidak boleh beragam dan harus seragam. Akibatnya penduduk yang memiliki ras, etnis atau bahasa yang berbeda akan merasa terancam.

Dari semua paham di atas, tentu tidak ada yang baik. Kalau disuruh memilih tentu tidak ketiga-tiganya.

Bersyukurlah kita yang memiliki ideologi pancasila. Pancasila ini menolak dengan tegas paham Komunisme, Ekstremisme, Liberal Konservatif, maupun Fasisme. Pancasila berada di jalan tengah, yang mana mengambil hal-hal baik dan membuang hal-hal buruk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun