Apa yang anda pikirkan tentang kelompok Yahudi di Iran? Pasti kebanyakan dari kita berpikir negatif duluan, bagaimana tidak berpikir negatif, Iran adalah negara yang sangat anti terhadap Israel dan Amerika Serikat.
Baca juga: Ternyata Hanya Yahudi Tertentu Saja yang Mendapatkan Hak Istimewa Kewarganegaraan Israel
Semenjak Revolusi Islam Iran meletus pada 1979 silam, negara yang mulanya bernama Persia itu mulai berjaga jarak dengan AS. Sebelum Revolusi Islam Iran, rezim Reza Shah Pahlevi sangat dekat sekali dengan AS namun semuanya jungkir balik 180 derajat karena semangat revolusi yang mengebu-gebu, mungkin hampir sama dengan peristiwa lengsernya Soeharto di Indonesia pada Mei 1998 silam.
Kelompok mahasiswa Iran bahkan sempat menyandera kedutaan besar AS di Iran sementara di Indonesia pada Mei 1998 mahasiswanya turun ke jalan untuk mengepung gedung MPR. Sisa-sisa kemesraan Rezim Pahlevi dengan AS masih terlihat pada waktu itu sampai Pahlevi kabur dari negerinya sendiri. Kemudian AS dianggap Iran sebagai negara yang suka ikut campur urusan negara lain.
Lambat laun, pemimpin tertinggi Iran setelah Revolusi Islam bukan lagi seorang presiden melainkan ayatullah atau imam tertinggi dalam aliran Islam Syiah Imamah. Waktu itu hanya Ayatullah Agung Khomaeni lah yang memangku jabatan itu dan memimpin langsung Revolusi Islam Iran.
Berdasarkan buku berjudul Revolusi Iran karya Nasir Tamara (satu-satunya jurnalis Asia Tenggara yang mengawal Ayatullah Khomaeni naik pesawat khusus untuk pulang ke Iran dari Perancis), hubungan Ayatullah Khomaeni ini tidak begitu mesra dengan AS karena melihat rezim sebelumnya, Pahlevi yang korup dan diktator yang mana selalu didukung penuh oleh AS sehingga banyak ketimpangan di negara Iran pada masa rezim Pahlevi. Akibatnya ada sedikit rasa trauma dalam masyarakat Iran.
Setelah itu, Ayatullah Khomaeni mulai menyuarakan orasi anti AS dan Israel. Menurutnya, kedua negara tersebut merupakan poros setan dan sumber-sumber kejahatan di dunia termasuk dalam urusan Palestina.
Jika kita melihat rentetan peristiwa di atas, pasti kita langsung berpikir bahwa Iran adalah negara intoleran terhadap Yahudi karena negara tersebut mulai menerapkan sistem Islam Syiah dalam negaranya setelah Revolusi Islam Iran. Pun tak sedikit yang menganggap bahwa Iran pasti sangat membenci Yahudi sebagaimana Iran membenci Israel.
Anggapan di atas tidak sepenuhnya benar, ada fakta lain yang ternyata berlawanan arah dengan apa yang kita pikirkan saat ini.
Sebelum membahas lebih jauh, perlu kita ketahui bersama bahwa Yahudi di Iran adalah kelompok penganut agama Samawi tertua di Iran. Eksistensinya sudah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi.
Meski negaranya menganut sistem Islam Syiah, bukan berarti agama selain Islam Syiah tidak mendapatkan tempat. Pasalnya, penganut Yahudi di Iran yang berjumlah antara 10.000-15.000 jiwa ini turut mendapat perhatian pemerintah Islam di Iran.
Jumlah segitu sangatlah sedikit, sangat sedikit malah jika melihat jumlah penduduk Iran yang mencapai 80 jutaan. Jika dikonversi ke dalam bentuk persen maka hanya nol koma satu persen saja yang menganut agama Yahudi.
Selain Yahudi, ada pula agama asli Iran yang bernama Zoroaster. Ada pula agama Kristen, Islam Sunni, Bahai yang mana juga menjadi agama minoritas di Iran. Lalu apa benar Iran toleran terhadap agama Yahudi? Karena yang dibahas saat ini memang agama Yahudi. Kita dapat mengambil kesimpulannya dengan membedah beberapa fakta yang ada.
Pertama, adanya puluhan sinagoge di Iran terutama di kota Tehran, Shiraz dan Isfahan. Tehran, ibukota Iran merupakan kota dengan penduduk Yahudi terbesar di Iran yang mana membuktikan bahwa di Iran masih terdapat rasa tenggang rasa terhadap penganut Yahudi.
Mereka bebas beribadah sepanjang tidak menganggu ketertiban dan keamanan bersama. Izin mendirikan sinagoge juga tidak dipersulit selama memenuhi persyaratan yang ada.
Kedua, adanya kursi khusus untuk representasi agama minoritas di parlemen Iran. Seperti kita ketahui bersama, dengan jumlah penganut Yahudi yang sedikit, mungkin sedikit pula minat orang Yahudi untuk menyalonkan diri di parlemen.
Nyatanya, Iran bahkan menyediakan kursi khusus untuk penganut Yahudi. Meskipun mereka tidak bakal bisa menjadi presiden atau menjadi pemimpin tertinggi di Iran karena jumlahnya sedikit dan akan lumayan sulit untuk bisa mencapai ke sana dengan sistem negara Islam Syiah Imamahnya.
Ketiga, pemerintah Iran yang selalu mengirimkan surat dan dialog spesial kepada komunitas Yahudi saat perayaan khusus. Cara ini dilakukan supaya terjalin hubungan yang baik antar penganut agama di Iran.
Keempat, adanya beberapa Yayasan milik Yahudi berdiri kokoh seperti rumah sakit dan sekolah. Dalam yayasan tersebut, semua pegawai bercampur dan tidak menutup pintu bagi mereka yang non Yahudi, begitupula sebaliknya.
Anak-anak Yahudi juga bisa bersekolah di sekolahan negeri. Bahkan mereka mendapatkan hak libur khusus di hari Minggu untuk menjalankan ibadah Minggu Sabbat. Ini dikarenakan hari libur sekolah di Iran adalah hari Jumat.
Lalu apa bedanya Yahudi di Iran dengan Yahudi di Israel?
Uniknya di Iran, beberapa penganut Yahudi tidak mendukung pendudukan Israel bukan karena agama Yahudinya melainkan karena gerakan politik praktisnya yang dijalankan oleh Zionisme global di Israel.
Baca juga: Hampir 72 Tahun Eksis, Deklarasi Negara Israel Mmasih Dipertanyakan
Yahudi di Iran selalu menempelkan ayat paling penting dalam Torah di atas pintu rumah yang berbunyi perlakukan manusia lain sebaik perlakuanmu pada diri sendiri. Menurut mereka, Yahudi di Israel tidak mengaplikasikan ayat paling vital itu dalam kehidupan nyata mereka.
Hal ini dikarenakan banyaknya diskriminasi ras, etnis, atau suku (bahkan sesama Yahudi sekalipun) juga berbagai rangkaian perlakuan tidak manusiawi seperti menembak anak kecil dan pendemo. Yah, meskipun pihak Palestina juga kadang menyulut api pertikaian tapi bukan berarti kita harus membalasnya dengan membunuh, bukan?
Selain itu, Yahudi di Iran juga selalu menggunakan bahasa Persia dan Arab dalam kehidupan sehari-hari termasuk pelajaran di sekolah. Padahal kalau di Israel, bahasa Ibrani adalah bahasa wajib dan resmi.Â
Tapi bukan berarti orang Iran tidak bisa berbahasa Ibrani, mereka tetap bisa berbahasa Ibrani karena ibadah mereka kebanyakan menggunakan bahasa Ibrani bukan Arab, Persia apalagi Inggris.
Meski demikian, tak ada gading yang tak retak. Artinya, ada saja hal-hal buruk yang menimpa kepada penganut Yahudi di Iran.
Beberapa di antaranya, mereka dilarang menjalin relasi dengan kelompok Yahudi di Israel kalau bukan seorang yang ditugaskan sebagai mata-mata. Ini dikarenakan tidak adanya hubungan diplomatik antara Israel dan Iran sehingga akan cukup sulit menjalin hubungan dengan Yahudi di Israel.
Selain itu, mereka Yahudi di Iran, tidak bisa menjadi seorang perwira, hanya bisa puas sebagai serdadu biasa. Entah apa sebabnya, jarang ada yang mengeksplorasinya. Mungkin karena posisi perwira itu sangat tinggi dan tidak sembarang orang bisa mendudukinya.
Selain itu, mungkin ini sebagai cara untuk menghindari musuh dalam selimut. Siapa sangka seandainya ada perwira Yahudi Iran yang ternyata membelot mendukung Israel lalu berbuat keonaran dan mengadu domba di Iran.
Kemudian, keburukan lain bagi pemerintah Iran adalah pernah menyakiti penganut Yahudi pada 2006 silam.
Dalam bukunya, Rusi Jaspal menyebutkan bahwa Iran pernah mengadakan sayembara bertajuk International Holocaust Cartoon Competition pada 2006 dengan peserta dari Maroko sebagai pemenangnya.
Awalnya lomba ini sebagai aksi balasan terhadap koran Jyllands-Posten dari Denmark yang membuat 12 sketsa Nabi Muhammad dan memicu kemarahan umat Islam di Iran.
Lomba International Holocaust Cartoon Competition ini diadakan oleh koran besar Iran, Hamshahri dan didukung oleh Ahmadinejad presiden Iran pada waktu itu. Ahmadinejad bahkan menyangkal adanya peristiwa genosida Holocaust.
Menurutnya, peristiwa Holocasut hanya sebuah kedok Israel untuk menduduki wilayah Palestina. Pernyataan ini tentu melukai perasaan umat Yahudi termasuk Yahudi di Iran.
Lomba itupun tidak diteruskan, karena membuat hubungan antar pemeluk agama semakin renggang.
Materi tentang Yahudi ini sangat menarik, terutama bagi saya yang minim informasi terkait studi tersebut sebelumnya. Saya beruntung bisa sedikit mendapat informasi tambahan tentang Yahudi karena salah satu dosen saya pernah menimba ilmu Jews Studies di Harvard.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H