Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Alumni Hubungan Internasional yang suka baca novel kritik sosial dan buku pengembangan diri. Sering menyukai sesuatu secara random.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Artikel Utama

Belajar Kepemimpinan Anti-Conflict of Interest dari Khulafaur Rasyidin

24 April 2020   21:48 Diperbarui: 25 April 2020   17:01 2538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi daerah Arab, sumber: pixabay.com/walkerssk

Kasus conflict of interest atau konflik kepentingan sudah tidak asing lagi di tengah kita. Budaya meraup keuntungan sebanyak-banyaknya selagi menjabat atau mempimpin sudah lumrah terjadi pada bangsa yang katanya menjunjung tinggi nilai keadilan dan kemanusiaan ini.

Warisan budaya KKN yang menjamur inilah salah satu biang dari seseorang melakukan agenda conflict of interest. Memang tidak semua conflict of interest dipidanakan karena dianggap tidak melanggar hukum dan dianggap telah memenuhi persyaratan yang berlaku.

Meski begitu, seorang pemimpin harusnya fokus dengan apa yang dipimpin. Entah itu pemimpin setingkat presiden, menteri atau RT di daerah kita.

Pemimpin pun harusnya sebisa mungkin menghindari conflict of interest karena perbuatan ini akan melukai amanah yang sudah rakyat titipkan pada mereka.

Sebagai negara mayoritas Islam, seharusnya Indonesia meneladani pemimpin-pemimpin zaman dulu yang berlaku adil dan tidak gila harta. Pemimpin-pemimpin itu bisa dimulai dari kepemimpinan Nabi Muhammad sampai Khalifah Empat atau Khulafaur Rasyidin.

Menurut buku A Short History of The Arabs karya Philip K Hitti, Mereka dianggap sebagai pengganti kepempimpinan Nabi Muhammad di Jazirah Arab. Mereka adalah Abu Bakar (632-634M), Umar bin Khattab (634-644 M), Utsman bin Affan (644-656M), dan Ali bin Abi Thalib (656-661M).

Mungkin sudah banyak yang membahas kepemimpinan ala Nabi Muhammad yang tersebar baik di media cetak, digital atau TV. Namun sedikit yang membahas tongkat estafet kepemimpinan pasca Nabi Muhammad yakni Khulafaur Rasyidin.

Nabi Muhammad memang tidak menunjuk secara jelas, siapa sahabat yang nantinya akan menggantikan estafet kepemimpinan Nabi Muhammad di Jazirah Arab. Nabi Muhammad hanya menunjuk Abu Bakar untuk menggantikan dirinya mengimami salat ketika Nabi Muhammad sedang sakit.

Setelah Nabi Muhammad meninggal dunia, terjadi perdebatan akan siapa yang akan menggantikan Nabi Muhammad selanjutnya. Bukan menggantikan kenabian, melainkan menggantikan urusan Nabi dalam hal kepemimpinan karena bagi umat Islam Nabi Muhammad adalah nabi terakhir.

Terlepas dari perdebatan itu, kita tahu bahwa Khulafaur Rasyidin dipilih atas konsensus musyawarah bersama di kalangan warga dan perwakilan beberapa suku.

Dan semua yang terpilih merupakan sahabat-sahabat terdekat Nabi Muhammad yang mana selalu menemani Nabi dalam berdakwah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun