Permintaan Anies Baswedan dan Ridwan Kamil untuk menghentikan KRL pada 18 April 2020, buntut diberlakukannya PSBB akhirnya resmi ditolak pemerintah pusat.Â
Kedua gubernur itu beranggapan bahwa KRL selalu membawa ancaman virus terutama KRL dari arah Bogor (wilayah kekuasaan Ridwan Kamil) ke arah Jakarta (wilayah kekuasaan Anies Baswedan) maupun sebaliknya.
Saya sebelumnya ada pengguna KRL rute itu. Saya tinggal di Depok sementara saya harus kuliah di Salemba. Setiap hari, pemandangan berdesak-desakkan adalah hal lumrah terutama jika saya berpas-pasan dengan peak hour.
Apa mau dikata, tidak ada pilihan lain bagi saya selain menggunakan moda transportasi super murah itu. Saya sempat khawatir setiap hari apalagi waktu itu sudah ada warga Depok yang dinyatakan positif Covid-19.
Sebelumnya juga tersiar kabar bahwa KRL rute Bogor-Jakarta sangat rawan terhadap penyebaran virus yang bermula dari Wuhan itu. Bagaimana tuan Corona tidak menari-nari melihat KRL rute tersebut yang selalu saja penuh tak mengenal kata libur.
Terhitung Senin 16 Maret 2020, rektor di kampus saya memberlakukan kuliah jarak jauh di mana aktivitas kampus disetop untuk mengentikan persebaran virus yang masif. Saya menghela napas panjang mendengar kabar tersebut.
Saya tidak jadi membayangkan hal yang aneh-aneh karena saya tidak perlu ke kampus setiap hari. Hanya perlu duduk manis di dalam kamar sambil mengaktifkan aplikasi untuk menjalankan ibadah kuliah.
Meski kadang tugas kadang menumpuk, saya masih tetap bersyukur karena tidak perlu khawatir akan berdesak-desakan di dalam KRL lagi.Â
Kampus juga menyediakan layanan perpustakaan daring di mana saya bisa mengakses jutaan buku atau jurnal digital melalui genggaman tangan.
Tapi di balik itu semua, masih banyak masyarakat yang tidak bisa meninggalkan aktivitasnya di luar rumah dan tidak bisa pula meninggalkan KRL.Â
Perusahaan atau tempat mereka mencari nafkah tidak sepenuhnya memberlakukan sistem kerja dari rumah. Kondisi tertentu juga mengharuskan mereka melakukan aktivitas di luar rumah.