Sementara transportasi yang memadai bagi mereka adalah KRL. Mau tidak mau mereka harus naik KRL setiap hari demi keluarga di rumah. Ada beberapa deretan orang yang terbayang dalam pikiran saya yang memang tidak bisa lepas dari KRL.
Pasar Tanah Abang paling mudah dijangkau dengan KRL karena begitu keluar dari stasiun Tanah Abang, mereka bisa langsung berbelanja. Mereka berbelanja barang cukup banyak, bukan untuk dipakai sehari-hari melainkan untuk dijual kembali.
Saya sering menjumpai masyarakat tipe ini. Mereka datang dan pulang membawa harapan dalam setumpuk karung yang mereka bawa. Dulu, saudara saya juga melakukan hal seperti ini sebelum akhirnya memiliki konveksi sendiri di kampung halaman.
Kalau KRL diberhentikan, bagaimana mereka mencari sesuap nasi? Bagaimana mereka membiayai kebutuhan sehari-hari? Bagaimana dengan uang sekolah anak mereka? Dan deretan pertanyaan lainnya yang tidak bisa dijawab jika KRL benar-benar diberhentikan.
Kedua, mereka yang menggandalkan KRL untuk berobat atau mengantarkan keluarga berobat setiap hari. Dulu, saya aktif di sebuah komunitas relawan untuk anak penyintas kanker. Setiap seminggu sekali, saya ke RSCM untuk memberikan hiburan bagi mereka. Apa saja yang bisa dihibur.
Kadang saya mendongeng atau kadang saya ke rumah pasien lalu merayakan ulang tahun bersama. Saya dan kawan-kawan relawan tidak boleh menangis selama kunjungan padahal melihat mereka dipenuhi alat bantu ini itu membuat kami sedih.
Dan mereka sangat bergantung pada moda transportasi KRL. Saya sering mendengar keluh orangtua yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Mereka harus naik KRL.
Selain menghemat, uang mereka bisa digunakan untuk kebutuhan dan biaya berobat bagi buah hati mereka. Apalagi RSCM ini lumayan dekat dengan Stasiun Cikini.
Lantas jika KRL diberhentikan, bagaimana nasib orangtua yang harus bolak-balik ke RSCM? Bagaimana pengeluaran mereka jika KRL tidak beroperasi?Â
Mereka tentu mau tak mau menggunakan transportasi lainnya yang berkali-kali lipat mahalnya dari KRL. Sementara kebanyakan dari mereka masih kesulitan sampai harus hutang ke sana kemari.