Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Salat Tarawih di Tengah Pandemi, Bijakkah?

18 April 2020   12:01 Diperbarui: 18 April 2020   12:13 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan Ramadhan sebentar lagi hadir di tengah-tengah kita. Bulan yang dianggap sebagai bulan penuh ampunan dan pintu maaf ini adalah bulan yang ditunggu-tunggu umat muslim di seluruh dunia. Sebulan penuh lamanya, umat muslim akan berpuasa menahan hawa nafsu dan amarah dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari.

Tapi ini adalah pertama kalinya, kita akan berpuasa di tengah wabah yang menggerikan. Banyak yang berharap wabah Covid-19 akan hilang di bulan Ramadhan nanti, namun siapa biasa menggelak dari ketetapan-Nya. Pasalnya belum ada tanda-tanda wabah ini akan segera berakhir jika melihat jumlah kasus yang terus beranjak naik.

Manusia memang hanya bisa berharap sementara Tuhanlah yang memberi keputusan. Jika benar wabah Covid-19 belum hilang dari bumi ini ketika puasa nanti, bagaimana dengan salat Tarawih yang biasanya umat muslim kerjakan selepas salat Isya?

Salat Tarawih hukumnya adalah sunah, jadi jika dikerjakan mendapat pahala namun tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Baik salat Tarawih di masjid atau di rumah, salat Tarawih sama-sama dihukumi sunah. Hanya saja salat Tarawih di masjid secara berjamaah diganjar pahala yang berlipat-lipat ganda banyaknya dari salat Tarawih sendiri di rumah.

Nabi Muhammad sendiri pernah tidak mengerjakan salat Tarawih di masjid. Hal ini dilakukan agar umatnya tidak menganggap salat Tarawih sebagai bagian dari sebuah kewajiban sebagaimana salat lima waktu.

Di saat bencana Covid-19 ini, melakukan salat Tarawih di masjid justru akan menimbulkan mudarat atau bahaya yang lebih banyak. Seperti dalam kaidah ushul fiqh, Dar'ul mafasid muqaddam ala jalbil mashalih (menolak mudarat atau bahaya lebih didahulukan dari mengambil manfaat).

Salat Tarawih di masjid memang memberikan banyak manfaat bagi kita terutama manfaat berkumpul dan pahala dari Allah. Tapi jika berkaca pada kaidah ushul fiqh di atas, justru yang paling utama adalah dengan menghindari mudarat atau bahaya di tengah pandemi Covid-19 ini.

Situasi darurat bencana Covid-19 seperti saat ini akan memunculkan darurat lainnya jika banyak orang berkumpul dalam satu tempat. Virus Covid-19 akan sangat cepat menyebar dari satu orang ke banyak orang. Maka tak heran jika MUI, NU dan Muhammadiyah justru menganjurkan untuk salat Tarawih di rumah saja untuk menghindari darurat virus ini.

Islam bukanlah agama yang mempersulit penganutnya. Islam memberikan banyak kemudahan bukan malah memberikan kesulitan yang bertubi-tubi. Jika Islam saja sudah memberikan kemudahan kenapa kita malah mengambil kesulitan yang berisiko itu.

Bukan saja berisiko kepada diri kita sendiri tapi juga berisiko kepada orang lain. Bayangkan jika kita masih nekat salat Tarawih di masjid tanpa adanya aturan ketat di dalamnya, akan ada berapa orang yang akhirnya tertular Covid-19 manakala ada salah satu jemaahnya yang positif Covid-19 ini.

Salat Tarawih di masjid justru lebih berisiko jika kita menganggap diri kita positif Covid-19 lalu menularkannya kepada jemaah yang berusia sepuh atau memiiliki imunitas rendah. Apalagi sudah ada kasus di mana sebagian orang yang positif Covid-19 ini tidak memiliki gejala apapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun