Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Andi Taufan Dimintai Mundur dari Stafsus, Bagaimana dengan Belva Devara CEO Ruangguru?

15 April 2020   13:28 Diperbarui: 20 April 2020   21:40 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana surat dengan Nomor : 003/S-SKP-ATGP/IV/2020 ini bisa lolos. Kenapa Andi tidak berpikir panjang dan melewati banyak instansi. Secara tidak langsung Andi melangkahi Kementerian Dalam Negeri di mana di dalamnya ada gubernur, walikota, sampai bupati.

Cara melangkahi ini rentan terhadap tindak korupsi karena hanya ingin menang sendiri. Bagaimana jika surat tersebut tidak viral, tentu saja KPK siap bekerja lebih keras dalam mengusut tuntas permasalahan itu.

Namun yang menjadi pertanyaan besar, bagaimana dengan Belva Devara yang juga CEO Ruangguru yang mana dijadikan partner dalam Kartu PraKerja?

Tak tanggung-tanggung, ada kucuran dana 20 triliun rupiah untuk menyukseskan program yang menjadi alat kampanye Jokowi sebelum akhirnya menjadi presiden itu.

Harusnya Jokowi bisa lebih bersikap dewasa dalam menanggapi desakan warganya. Jokowi harusnya lebih bijak lagi terkait isu sensitif ini. Jokowi harusnya mencopot seluruh staf khusus yang menyalahgunakan wewenangnya untuk memperkaya atau memuluskan bisnis milik mereka sendiri jika itu terbukti di lain hari. Kalau sudah begini akan sedikit rumit karena ada juga menteri yang sebelumnya seorang CEO.

Tujuan mereka tentu mulia, yakni untuk memudahkan implementasi kebijakan melalui digitalisasi teknologi. Tapi jika pundi-pundi keuntungan mengalir deras sementara di sisi lain mereka masih menjabat sebagai pejabat, apa itu sebuah tindakan etis?

Dari sinilah muncul desakan agar staf khusus yang masih menjabat sebagai CEO untuk melepaskan jabatannya itu selama masih aktif sebagai staf khusus. Bagaimanapun juga selama ada jabatan yang melekat pada mereka, konflik kepentingan pribadi tidak dapat dielakan apapun prosedurnya.

Kasus yang terjadi pada Andi Taufan dapat dijadikan pelajaran berharga. Andi Taufan sudah minta maaf, apa maaf saja cukup?

Lalu bagaimana dengan staf khusus lainnya yang masih memiliki kepentingan di perusahaan miliknya? Mau menjadi staf khusus atau mau oportunis dengan aktif staf khusus sekaligus aktif di perusahaannya. Gaji di staf khusus didapat, keuntungan di perusahaannya yang semakin mengalir deras juga masih bisa didapat.

Harusnya staf khusus fokus saja sebagai pemberi arahan kepada presiden. Kalau ingin membesarkan perusahaannya, seharusnya mundur saja sebagai staf khusus. Masih banyak milenial yang berintegritas tinggi dan tidak oportunis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun